Jakarta – Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hamdi Muluk mengatakan, upaya pencegahan penyebaran radikalisme harus terus dilakukan karena pihak yang berusaha menyebarkan paham itu pun terus melakukan aksinya.
“Penguatan ideologi dan pemahaman agama, serta deradikalisasi harus terus digalakkan untuk mencegah penyebaran paham kekerasan serta kemungkinan terjadinya aksi terorisme,” kata Hamdi di Jakarta, Rabu.
Menurut Hamdi, para pelaku aksi terorisme selama ini sering menjadikan ideologi dan pemahaman agama yang salah sebagai senjata untuk menyebarkan paham mereka sekaligus merekrut anggota baru.
“Kalau orang yakin terhadap ideologi tersebut maka dia selalu ingin mewujudkan dan meyakinkan kepada para pengikutnya bahwa ideologi itu benar, dan itu terus ditanamkan dibenak para pengikutnya sampai mereka benar-benar yakin dan menjalankan,” ujar dia.
Dari situ lah, lanjut Hamdi, para pelaku aksi terorisme terus bergerilya merekrut orang sebanyak-banyaknya untuk mewujudkannya apa yang diyakini benar seperti Negara Islam, Khilafah Islamiyah, dan tidak ada lagi orang beragama lain di negara ini.
“Hanya seperti itu yang dipikirkan mereka (pelaku terorisme) dalam mencari orang untuk direkrut dan didoktrin,” kata dia.
Selain ideologi dan agama, menurut Hamdi, upaya deradikalisasi atau penyadaran juga harus terus ditingkatkan kepada para pelaku terorisme, baik yang masih berada dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas) maupun yang berada di luar Lapas.
“Ini sangat penting karena bila dibiarkan, para pelaku teroris bisa menyebarkan ideologinya kepada para tahanan lain di dalam Lapas. Juga buat yang sudah bebas bisa kembali menjalankan aksinya untuk merekrut anggota baru,” katanya.
Hamdi mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam mencegah terorisme melalui program yang menyentuh semua kalangan.
Sebelumnya, pada Program Workshop Damai Dunia Maya yang digelar BNPT di Medan, Selasa (8/9), mantan teroris Khairul Ghazali mengajak generasi muda untuk tidak sama sekali bersentuhan dengan terorisme. Menurutnya, apa yang ia lakukan di masa lalu adalah tindakan nista karena menggunakan pemahaman keagamaan Islam untuk tindakan tak beradab.
Tokoh yang dulu dikenal sebagai otak perampokan Bank CIMB Niaga Medan dan penyerangan Polsek Hamparan Perak itu mengisahkan di masa aktif sebagai teroris ia menjadikan anak muda usia belasan dan dua puluhan tahun sebagai target utama rekrutmen.
“Anak muda adalah target paling mudah untuk dilakukan doktrinisasi alias cuci otak. Mereka mudah diberi janji-janji manis berupa paket masuk surga asal mau melakukan terorisme. Mereka mudah diberi janji seperti itu karena pemahaman keagamaan mereka yang miskin,” katanya.