Jakarta – Pakar keamanan dan terorisme Universitas Indonesia M.
Syauqillah memandang perlu Pemerintah menguatkan sinergisitas terkait
dengan penanggulangan penanganan pendanaan terorisme.
Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan
Global UI itu juga mengatakan bahwa penguatan sinergisitas tersebut
perlu seiring dengan keanggotaan penuh Indonesia di Financial Action
Task Force on Money Laundering and Terrrorism Financing (FATF) sejak
Oktober 2023.
“Indonesia sudah masuk FATF, keputusan Presiden RI sudah turun, dan
ini juga perlu dikuatkan terus koordinasi sinergisitas
antarkementerian/lembaga terkait dengan pendanaan terorisme,” kata
Syauqillah saat dikutop ANTARA, Kamis (18/4).
Menurut dia, keanggotaan penuh Indonesia di FATF menjadi penting
mengingat organisasi internasional tersebut merupakan salah satu
lembaga yang berfokus pada pendanaan terorisme.
Syauqillah berpendapat bahwa penangkapan tujuh terduga terafiliasi
sebagai anggota kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) di Sulawesi
Tengah (Sulteng) menandakan jaringan teror masih terus berjalan.
“Artinya, dalam situasi yang kondusif seperti ini dengan zero
terrorist attack (tidak ada serangan teroris secara terbuka), kita
tidak bisa lengah terhadap upaya-upaya penggalangan dana karena
terkait dengan pendanaan ‘kan sesuatu yang memang menjadi tantangan
bagi kita semua. Kalau kita lihat indeks kedermawanan di dunia, itu
nomor satu ‘kan Indonesia,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah perlu mengantisipasi potensi kerawanan
tersebut, terlebih kelompok teroris dalam menggalang dana selalu
menggunakan jargon atau dalil keagamaan, dan masyarakat berpotensi
memberikan donasi untuk kegiatan sosial.
“Itu yang kemudian perlu disadari bahwa ini jadi satu potensi. Data
PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) juga
menunjukkan NPO, Non-Profit Organization, itu juga salah satu entitas
yang rentan untuk digunakan sebagai pendanaan terorisme atau
penyalahgunaan modus pendanaan,” ujarnya.
Menurut dia, intervensi yang sudah banyak dilakukan oleh Pemerintah,
termasuk kerja cepat dan kerja preventif strike yang dilakukan Densus
88 Antiteror Polri berjalan efektif. Dengan demikian, kelompok teror
terus mencari celah untuk dapat melakukan pendanaan terorisme.