Jakarta – Ideologi radikalisme yang berkembang di perguruan tinggi adalah sebuah fakta yang tidak dapat dinafikan. Hal ini tidak tertutup akibat adanya berita yang disebarkan melalui media secara berlebihan membuat para orangtua mahasiswa kawatir. Dengan kejadian tersebut membuat orang tua menjadi lebih perduli terhadap anak-anaknya yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Hal tersebut dikatakan Kasubdit Kemahasiswaan Kemenristekdikti, Tio Mega Gultom dalam paparannya saat menjadi narasumber dihadapan 40 Civil Society Organisations (CSO) Dalam Rangka Pencegahan Paham Radikal Terorisme di Perguruan Tinggi yang diadakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Hotel Millenium, Jakarta, Kamis, (04/7/2018)
“Radikalisme telah menjadi hambatan yang cukup serius bagi pemerintah dalam upaya mencapai tujuan nasional. Dalam mencapai tujuan nasional itu maka dibutuhkan kesadaran bahwa radikalisme harus dihapuskan, ternasuk di lingkungan kampus ” ujar Tio Mega.
Oleh karenanya menurut Tio, Kemenristekdikti berupaya untuk melakukan pencegahan ideologi paham radikalisme yang dimulai dengan mengumpulkan para rektor untuk mencari solusi bersama mengenai bagaimana agar virus ideologi radikalisme itu dapat dihapuskan.
Tio mengatakan bahwa ada beberapa titik rawan masuknya ideologi radikalisme di kampus, pertama melalui alumni yang secara kontinue masih melakukan komunikasi dengan juniornya. Bahkan para alumni ini justru diberikan kesempatan yang lebih untuk menggunakan masjid kampus dalam menyebarkan ideologi radikalisme tersebut.
“Titik rawan radikalisme masuk ke kampus banyak melalui, alumni, organisasi kemahasiswaan, penetrasi parpol, media sosial yang mengandung berkonten radikal dan kurang perdulinya pimpinan kampus,” ujarnya
Oleh karena itu menurutnya, untuk mengatasi persoalan radikalisme dikampus, maka Kemenristekdikti akan melakukan beberapa terobosan diantaranya dengan melakukan pendekatan yang lebih masif terhadap kegiatan ekstrakulikuler mahasiswa.
“Selain itu juga akan melakukan pembinaan dengan pelatihan bela negara baik terhadap dosen maupun mahasiswa serta memasukkan mata kuliah agama yang bersifat moderat,” ujar Tio mengakhiri.