Kupang – Paham dan gerakan radikal bukan cermin Islam. Selain bertentangan dengan ajaran dan kaidah Islam, radikalisme juga tak sesuai dengan tujuan dan ideologi Pancasila.
Demikian ditegaskan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Timur, H Abdul Kadir Makarim, saat menjadi narasumber diskusi publik “Orang Muda Menangkal Gerakan Radikalisme” yang diadakan Komunitas Peace Maker (Kompak) Kupang di Ballroom Neo Aston, Kupang, Kamis (2/8).
“Radikalisme bukan ciri Islam. Karena itu persoalan ini harus bersama-sama diatasi,” kata Abdul Kadir Makarim disitat dari Pos Kupang.
Diterangkan, radikalisme adalah cikal bakal lahirnya terorisme. Sebuah paham yang yang gencar menggalang perubahan total, dengan menjungkirbalikan nilai-nilai dengan jalan kekerasan.
Karena itu, sambungnya, ia meminta kepada segenap masyarakat NTT pada khususnya agar lebih cerdas menyikapi aneka isu-isu radikalisme yang berkembang di masyarakat.
Dalam kesempatan itu, Abdulkadir Makarim juga menjelaskan tentang organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Organisasi HTI, katanya, melakukan kegiatan-kegiatan yang terindikasi kuat menganut paham radikal dan bertentangan dengan Pancasila.
HTI masuk ke wilayah Indonesia pada tahun 1980-an. Awalnya HTI hanya ada di satu kota dengan belasan kader. Namun organisasi ini cepat berkembang ke seluruh Indonesia dan sudah tersebar di 33 provinsi di Indonesia.
HTI berkembang melalui dakwah di kampus-kampus besar. Kemudian, meluas ke masyarakat dan masjid-masjid di perumahan hingga perusahaan.
“Syukur Alhamdulillah organisasi ini sudah dibubarkan di Indonesia karena terbukti bertentangan dengan ideologi dan tujuan negara,” katanya.
Ditambahkannya lagi, kerja sama antar-umat beragama sangat dibutuhkan untuk memerangi radikalisme. Sikap toleransi dan keterbukaan harus ditingkatkan agar masyarakat dapat saling menghargai dan tidak terjadi salah paham.