Pagar Betis NKRI, Madrasah Diniyah Harus Diajarkan Nilai-Nilai
Toleransi dan Moderasi

Jakarta – Rabithah Ma’ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (RMI PWNU) Jawa
Tengah mensosialisasikan mandat Muktamar NU ke-33 Jombang terkait
amanat madrasah diniyah (madin) dan pesantren merupakan wilayah
khidmah RMI.

Halaqah bertajuk “Penguatan Madrasah Diniyah Nahdlatul Ulama di
Tingkat MWC NU dan Sosialisasi Perda Pesantren” bertempat di pondok
pesantren Tahfidzul Qur’an (PPTQ) Asnawiyah Pilangwetan, Kebonagung
hadir Ketua Majelis Wakil Cabang (MWC) dan Ketua Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama (PCNU) se-Karesidenan Semarang.

“Pagar betis Indonesia, Nahdlatul Ulama yang tidak lain ditopang
pondok pesantren dan madin-madin yang ada,” papar KH. M. Arif Jatmiko
perwakilan dari RMI PWNU Jateng, Senin (8/1/2024).

Madin mengajarkan hal-hal mendasar dalam beragama. Ilmu alat, ibadah
hingga menulis Arab pegon diajarkan guru-guru yang memiliki semangat
tinggi mendidik dan mengajar dengan ikhlas.

Kurikulum madin mengajarkan Islam moderat, nilai-nilai toleransi,
keadilan, berimbang dengan berbagai implementasi langsung diajarkan
dan dipraktekkan.

Disisi yang lain arti khidzmah yaitu berbasis nilai ikhlas dan
pelayanan kepada umat yang perlu diwariskan dari sistem pendidikan
Madin.

Karena memang secara berkelanjutan alumni pondok pesantren kembali ke
masyarakat mengajarkan ilmu dari pesantren khidzmah lewat madin ini.

Mulai 2021, RMI PWNU Jateng atas restu Rois Syuriyah dan Ketua PWNU
Jateng telah melakukan silaturrahim ke daerah bertemu dengan PCNU,
Pengurus RMI PCNU dan perwakilan kepala madin untuk mensosialisasikan
madin NU yang di bawah koordinasi RMI.

Namun, ternyata masih dirasa kurang dan belum tersampaikan ke tingkat
paling bawah yaitu tingkat pengurus MWC dan ranting.

KH. Sa’dullah Fatah, pengasuh PPTQ Asnawiyyah mewakili shohibul bait
menyatakan ada 14 kecamatan terdapat 600 lebih madin tapi yang masuk
RMI hanya 25 persen perlu dibuat perhatian karena kurangnya kepedulian
dengan madin NU sendiri, yang notabenya rata-rata pemimpin madin
merupakan pengurus NU, maka perlu sosialisasi kepada pengurus MWC
untuk memberi dorongan bersama-sama memperbesar dan menguatkan NU.

Salah satunya dengan mengikutkan madin kebawah naungan NU / RMI,
karena perlu disadari, bahwa benteng NU tidak cukup dengan
perkumpulan- perkumpulan NU seperti manaqiban tahlilan tapi harus
dibentengi dengan ideologi NU yang dikuatkan dengan madrasah NU itu
sendiri.

“Penting untuk lebih memberi dorongan dan sosialisasi untuk memasukkan
madin di bawah naungan NU guna bersama sama gotong royong membesarkan
NU,” tandas KH. Sa’dullah Fatah.

H. Mahsun Wakil Ketua PWNU membenarkan RMI tidak cuma menaungi pondok
pesantren tapi juga ditambah madrasah diniyah. Dalam Madin terdapat
ula, wustha dan ulya.

Seharusnya jika ada anak yang tidak bisa masuk pondok pesantren,
madrasah diniyah menjadi solusi dengan 6 tahun ula, 3 wustha dan 3
ulya selaras dengan SD, SMP dan SMA.

“Karena harus kita akui pesantren adalah salah satu benteng kuat NU
maka perlu kita kawal untuk tetap eksis dalam tafaqquh fiddin, dengan
bermacam macam kekhasan masing-masing dan sesuai latar belakang
pengasuh masing-masing. Tentu agar menghasilkan sumberdaya manusia
yang mau tafaqquh fiddin,” terang dosen UIN Walisongo ini.

Meskipun banyak pengurus NU yang sudah sarjana, jangan terlenakan,
yang akar bawah rumput juga harus diurus, jangan sampai RMI-nya
semangat tapi bawahnya tak terurus.