Jakarta – Organisasi Muslim Eropa mendesak Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengakhiri segala bentuk retorika yang memecah belah dan kebencian. Karena pendekatan yang dilakukan Presiden Prancis tersebut hanya semakin memicu ketegangan dan ‘mendorong tumbuhnya rasisme dan ekstremisme’.
Hal tersebut disampaikan, lebih dari 20 organisasi Muslim Eropa lewat surat terbuka menyusul terus berlanjutnya ketegangan antara Prancis dan dunia Muslim. Surat terbuka itu, diterbitkan Sabtu akhir pekan kemarin oleh organisasi Muslim Eropa dari beberapa negara termasuk Belanda, Finlandia dan Italia.
Dilansir Aljazeera.com, mereka mengatakan pemimpin Prancis telah gagal memberikan kepemimpinan moral yang kuat setelah pembunuhan seorang guru dan tiga jemaah di sebuah gereja bulan lalu.
“Menodai Islam dan warga Muslim Anda sendiri, menutup masjid arus utama, organisasi Muslim dan hak asasi manusia,” bunyi surat terbuka tersebut.
“Dan menggunakan ini sebagai kesempatan untuk membangkitkan kebencian lebih lanjut, telah memberikan dorongan lebih lanjut kepada para rasis dan ekstremis brutal,” kata mereka yang menandatangani surat terbuka.
Bahkan dalam surat terbuka itu juga, mereka mendesak Macron untuk memikirkan kembali apa yang mereka sebut “serangan sepihak terhadap Muslim, Islam dan Nabi Muhammad”.
“Dasar moral yang tinggi yang kami undang untuk Anda, adalah menolak kebencian, marginalisasi dan retorika yang memecah belah, dan menggunakan kepemimpinan Anda untuk menyatukan orang.”
Seperti diketahui, Macron dalam beberapa pekan terakhir menuai kecaman luas di sebagian besar dunia Muslim setelah membela hak karikatur Nabi Muhammad yang diterbitkan ulang surat kabar Charlie Hebdo, September lalu.
Nabi Muhammad sangat dihormati oleh umat Islam dan segala jenis penggambaran visual dilarang dalam Islam. Presiden Prancis malah mengulangi pendiriannya setelah Samuel Paty, seorang guru yang menunjukkan karikatur kepada murid-muridnya di kelas selama diskusi tentang kebebasan berbicara, dipenggal oleh penyerang pada 16 Oktober.
Macron juga menghadapi reaksi keras dari para aktivis Muslim setelah mengklaim dalam pidatonya sebulan yang lalu bahwa Islam “dalam krisis global” dan mengumumkan rencananya “untuk mereformasi Islam” agar lebih sesuai dengan nilai-nilai republik negaranya.