Denpasar – Orang tua diminta lebih peka terhadap perubahan sikap anak yang terjadi secara mendadak, terutama ketika anak mulai melontarkan komentar bernada negatif. Ketua HIMPSI Bali, Komang Rahayu Indrawati, S.Psi., M.Psi., Psikolog, dikutip dari laman rri.co.id, mengingatkan bahwa gejala tersebut bisa menjadi tanda awal keterpaparan radikalisme di ruang digital, sering kali tanpa disadari karena aktivitas anak di dunia maya semakin luas.
Menurut Indrawati, munculnya ujaran kebencian dalam percakapan sehari-hari merupakan indikator yang perlu diwaspadai. Pola komunikasi yang berubah, kata dia, tidak boleh dianggap sepele karena dapat bertransformasi menjadi sikap ekstrem bila dibiarkan.
Ia menjelaskan bahwa meski waktu penggunaan gawai telah dibatasi, akses anak ke internet tetap sangat besar. Anak mudah terhubung dengan komunitas global melalui gim daring maupun media sosial—ruang interaksi yang tidak selalu bisa dipantau oleh orang tua.
Indrawati menekankan pentingnya pendampingan aktif dari orang tua dalam setiap aktivitas digital anak, termasuk saat bermain gim. Tantangan lain, lanjutnya, adalah kemampuan anak untuk menyembunyikan perilaku sebenarnya. Tidak sedikit yang mampu “faking good”, yakni berpura-pura baik agar orang tua tidak mendeteksi perubahan sikap. Ada pula anak yang membuat akun cadangan atau alter tanpa sepengetahuan keluarga.
“Interaksi yang intens serta komunikasi terbuka antara orang tua dan anak adalah kunci untuk mendeteksi masalah sejak dini,” ujarnya.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!