Baru-baru ini kabar mengenai ‘orang baik’ kembali mencuat, meski hal ini bukanlah hal baru, mengingat hampir setiap kali terjadi penangkapan terhadap orang-orang yang terduga teroris, tema ‘orang baik’ selalu dimunculkan. Hal itu belum termasuk predikat-predikat lain yang biasa pula disematkan kepada yang bersangkutan, semisal; pejuang Allah, mati syahid, mayat berbau wangi, mayat tersenyum, dll.
Selain kontra produktif terhadap penanganan terorisme yang sedang digalakkan oleh pemerintah, penggunaan predikat-predikat di atas berpotensi besar membodohi masyarakat, sehingga alih-alih turut serta meredam penyebaran ajaran kekerasan, masyarakat malah terbuai dengan hasutan dan berbagai propaganda kebohongan.
Tentang predikat ‘orang baik’, terdapat sebuah kisah menarik, yang mana kisah ini menunjukkan bahwa ternyata orang yang dianggap baik sekalipun dapat juga melakukan hal-hal yang tidak baik. tersebutlah seorang lelaki bernama Abdurrahman bin Muljam, ia hidup di jaman kekhalifahan Ali. Lelaki berjenggot tebal ini dikenal sebagai ahli ibadah, hampir tidak ada amalan agama yang tidak ia kerjakan dengan sungguh-sungguh. Sholat, puasa, beramal, semua ia lakukan. ia juga seorang yang hafal alquran. Jidatnya yang menghitam merupakan salah satu bukti betapa ia sangat rajin sholat, termasuk sholat sunnah, hingga sholatnya ‘membekas’ di jidatnya.
Semua orang mengenalnya sebagai orang baik, bahkan ketika ia melakukan hal yang sangat tidak baik, pendukung setianya tetap mengelu-elukan dia sebagai orang yang baik. Hal tidak baik yang ia lakukan adalah membunuh Sayyidina Ali R.A. ia yang ahli sholat rupanya bisa juga begitu kalap menghabisi salah satu sahabat rasul. Ia yang hafal alquran dapat begitu saja kesetanan menghabisi nyawa sesama.
Bagi sebagian orang, perbuatan tidak baiknya itu langsung meruntuhkan predikat orang baik yang selama ini disandangnya. Namun bagi para pengikutnya, ia justru semakin mantab menjadi orang baik lantaran telah berani berlaku tidak baik. Ia dan para kelompoknya itu kemudian dikenal sebagai khawarij, kumpulan orang-orang yang ‘katanya’ baik justru karena mereka tidak segan untuk berlaku tidak baik.
Ratusan tahun berlalu sejak tragedi berdarah yang dilakukan oleh ‘orang baik’ di atas, berbagai jenis ‘orang baik’ serupa kini dimunculkan kembali. Mereka adalah orang-orang yang telah terbukti melakukan berbagai hal tidak baik namun tetap saja digelari predikat ‘orang baik’ oleh kelompoknya untuk berbagai kepentingan tertentu. Kelompok-kelompok radikal sangat sering melakukan hal ini, hampir setiap kali ada anggota atau simpatisannya yang ditangkap aparat, mereka langsung menyebar berita bahwa orang yang ditangkap itu adalah ‘orang baik’.
Hal ini setidaknya mengajarkan kita dua hal penting; pertama, bahwa orang baik belum tentu orang yang bisa memberikan kebaikan. Mungkin saja ia hanya baik kepada dirinya sendiri, namun tidak kepada orang lain.
Kedua, Kita pun harus selalu waspada dan tidak mudah percaya terhadap predikat-predikat baik yang dilekatkan begitu saja kepada seseorang, karena bisa saja, predikat baik justru digunakan agar logika kita terbalik; ‘orang baik’ tidak mungkin melakukan hal-hal tidak baik, karenanya jika ada yang berani berlaku tidak baik kepada ‘orang baik’, sekalipun itu aparat negara, maka mereka adalah orang tidak baik yang sesungguhnya, dan karenanya harus dimusnahkan. Ingat, ini propaganda!
Cerdas dan kritis terhadap setiap pemberitaan adalah sebuah keharusan, terutama di jaman sekarang, di mana kebohongan pun bisa didandani sedemikian rupa hingga tampak sebagai sebuah berita kebenaran. Sikap cerdas dan kritis adalah alat saring yang kita gunakan untuk memilah dan memilih mana berita untuk dipercaya dan mana kebohongan untuk segera disingkirkan begitu saja.