Istilah ‘Om Telolet Om’ sebulan terakhir menjadi sangat populer mendominasi media sosial, menjadi buah bibir di banyak perbincangan generasi muda, bahkan tidak sedikit orang tua yang tertarik ikut-ikutan menyuarakan istilah tersebut.Entah dari mana asalnya sapaan atau kode terkini tersebut, sebab jika diambil dari bunyi klakson mobil, mengapa mesti harus melibatkan sapaan ‘OM’. Namun demikian fenomena cara menyapa tersebut dengan cepat dapat menyebar secara luas dan merambah segenap usia, mulai usia muda hingga usia yang pernah muda.
Banyak masyarakat kemudian yang menggantinya dengan kata yang lebih memiliki makna, sebab istilah telolet tidak jelas makna yang dimaksudkan. di antara istilah yang menggantikan telolet adalah shalat, maka lahirlah istilah “Om Shalat Om”.Fenomena sapaan tersebut sangat tepat disampaikan kepada para kaum muslimin yang tidak rajin menunaikan kewajiban mendirikan shalat lima waktu, paling tidak. Meski istilah ‘telolet’ dapat digantikan dengan istilah ‘shalat’, bukan berarti sapaan dan ajak menunaikan shalat atau lafaz adzan tidak dapat mengajak kawula muda atau orang-orang sibuk bekerja terutama menunaikan shalat zuhur dan shalat azhar, terutama shalat subuh saat para kalangan usia muda saat tiba waktu shalat subuh makin nyenyak tidur mereka.
Perbedaan panggilan dan lafaz adzan dengan istilah terkini ‘Om Shalat Om’, jika suara adzan dilantunkan dari dalam masjid dengan menggunakan bantuan pengeras suara yang dikumandangkan oleh muazzin atau tukang adzan dengan suara yang merdu dan irama yang tegas dan pasti dengan sedikit syahdu, tegas dan pasti ajakan menuju kepada panggilan Allah menunaikan shalat fardu bagi kaum muslimin, ajakan segera ruku dan sujud kepada Allah swt di tengah kesibukan seluruh umat manusia mengurus kehidupan dunia.
Suara adzan juga mengulang kembali suara yang pertama kali diperdengarkan saat kita lahir ke dunia yang dilantunkan orang tua kita dengan suara lembut lafaz adzan di telinga kanan dan suara iqamat di telinga kiri, anjuran Nabi tersebut sebahagia juga manusia tidak mendengarnya karena keyakinan mereka berbeda atau memiliki keyakinan yang sama namun tidak sampai anjuran nabi tersebut ke telinga para orang tua mereka.
Suara adzan dalam sebahagianmasyarakat bukan hanya memanggil untuk menunaikan shalat, akan tetapi pada sebahagian masyarakat di Indonesia suara lantunan muazzin mengomandangkan lafaz adzan dapat juga didengarkan pada sebahagian masyarakat yang menaiki rumah baru, biasa juga ditemukan pada sebahagian masyarakat mengumandangkan suara adzan sesaat sebelum si mayit dikuburkan ke dalam bumi.
Dua kebiasaan tersebut juga melantunkan suara adzan namun bukan untuk memanggil kaum muslimin untuk datang mendirikan shalat secara berjaah. Meski bukan perintah agama namun harapan masyarakat yang melakukan kebiasaan tersebut tentu menaruh harapan besar jika saatnya naik rumah baru diawali dengan suara adzan berharap agar pemilik rumah beserta isinya tetap teguh mendirikan shalat lima waktu. Demikian pula bagi masyarakat yang melantunkan suara adzan saat mayit telah berada dalam liang lahat, mengisyaratkan terutama bagi keluarga yang hadir mengantarkan mayit agar sebelum dipanggil Tuhan jangan pernah lalai dalam melaksanakan perintah Allah swt menegakkan shalat.
Berbeda dengan panggilan shalat, ‘om shalat om’ merupakan trend percakapan anak muda masa kini yang tiba-tiba muncul dan tiba-tiba menghilang, tak lebih hanya sebagai trend dan mode pergaulan dalam masyarakat moderen yang mengganti dari ‘om telolet om’ menjadi ‘om shalat om’. Sebab masyarakat dalam banyak kesibukan dan gaya pergaulan yang mega trend, mengajak ibadah dengan mendengarkan suara adzan nampaknya tidak terlalu diperhatikan, tetapi jika menggunakan sapaan yang trend dan terkini, kelihatan dan kedengarannya bercanda akan tetapi dapat memberi inspirasi kepada umat Islam yang lalai menunaikan shalat untuk bergerak menunaikan shalat secara berjamaah.
Terus Mewaspadai Teroris
Sepintas istilah ‘Om Teroris Om’ tidak terkait langsung dengan masyarakat yang berpikiran maju, berwawasan luas, berhati damai, dan bergaul luas, karena mayarakat yang telah memiliki cara pandang yang komprehensif, holistik dalam berbangsa, beragama dan bermasyarakat, tidak mudah terpengaruh berbuat anarkis atas nama agama.
Diakui secara internasional bahwa Indonesia atau aparat keamanan Indonesia sangat berhasil menanggulangi dan menindak pelaku teror, keluarga dan jaringan yang datang tidak dapat diprediksi, aksinya tidak dapat ditebak, ledakan
bomnya tidak memiliki jadwal waktu dan tempat melampiaskan amarah atas nama agama.
Belum diakui secara global bahwa Indonesia atau masyarakat Indonesia dalam hal ini masyarakat sipil masih sangat lamban menghadapi bahkan tidak berdaya menghadapi radikalisasi, penyebaran paham radikal anarkis atas nama agama, penanaman kebencian dan penyebaran permusuhan semakin tumbuh subur di dalam masyarakat, upaya saling mengkafirkan di antara sesama saudara sebangsa, bahkan saudara sesama agama makin ramai terjadi di dalam masyarakat. Bahkan yang terkini adalah upaya saling melaporkan kepada aparat keamanan dengan satu isu penistaan agama.
Hal tersebut diyakini bersama jika seseorang memahami agama masing-masing dan merespon keberagamaan saudara satu bangsa lainnya, istilah penistaan agama lain tidak mungkin terjadi dan lebih tidak mungkin muncul adalah saling melaporkan atas perlakuan menistakan agama. Jika dibiarkan hal tersebut menggelinding di tengah masyarakat, aksi anarkisme mudah terjadi setiap saat. Sementara para pelaku radikal anarkis yang telah bersedia melakukan aksi teror dan peledakan bom di tengah masyarakat atau bom bunuh diri setiap saat menantikan suasan yang tidak menentu, masyarakat gaduh, semua merasa benar yang lain salah, sesat bahkan kafir.
Kondisi demikian dapat memudahkan kelompok teroris menjalankan aksinya, menciptakan keonaran, membantai masyarakat yang tidak mengetahui permasalahan, membantai aparat keamanan. Bukan lagi agama yang dinistakan akan tetapi para teroris beraksi secara tidak manusiawi, seperti yang terjadi pada tahun 2002 peristiwa peledakan bom Bali I yang menewaskan 2002 orang, demikian pula yang sedang berkecamuk di wilayah Suria dan Iraq.
Meski banyak negara mengakui Indonesia berhasil menindak pelaku teror dari tahun ke tahun, kita selalu terus berharap agar aksi teror tidak terjadi lagi di dalam masyarakat. Upaya cegah harus terus ditingkatkan dengan memperbanyak kintra radikal melalui sosial media yang terus menguasai dan menyita atensi masyarakat terutama kawula muda.
‘Om Teroris Om’ adalahistilah yang dapat menggantikan istilah aslinya yaitu ‘Om Telolit Om’, dalam melakukan upaya cegah tidak ada kata salah, semua dapat diungkap, direncanakan dan dilaksanakan. Namun upaya tindak tidak boleh salah, entah salah tangkap atau salah eksekusi, karena bagi kelompok radikal anarkis semua upaya yang dilakukan aparat keamanan disikapi sebagai aksi yang
Salah, hanya aksinya yang benar dan jaringan yang dibangun harus berkembang terus melalui media sosial.
Penggunaan sapaan … Om … bisa bermakna sapaan bagi saudara Bapak dan Ibu, bisa pula dimaknai sebagai sebuah singkatan, bila disebutkan lebih panjang …Om… itu berarti “Orang Muda”, jika dimaknai sebagai orang muda, maka tidak salah jika dijadikan term ‘Om Teroris Om’, artinya adalah “Orang Muda Teroris Orang Muda (Om Teroris Om)”.Fakta sejarah membuktikan bahwa semua yang melakukan aksi teror dan melakukan bom bunuh diri pelakunya adalah semua orang muda atau kawula muda yang masih berusia sangat belia, persoalannya adalah mengapa orang yang sudah tua atau menganggap diri sebagai orang yang lebih paham konsep jihad tidak berani melakukan aksi, justeru orang muda yang menjadi korban.
Akhirnya, masyarakat sipil harus terus waspada terhadap tindakan anarkisme dan lebih waspada lagi terhadap upaya penanaman kebencian dan penyebaran permusuhan dengan mengatas namakan agama, orang muda harus waspada dan diwaspadai terhadap ancaman korban penyebaran paham radikal anarkis hingga terlibat menjadi pelaku teror. Sebaliknya orang mudalah yang harus mencegah dan menangkal menyebarnya paham radikal anarkis, bahkan orang mudalah yang harus tampil melawan aksi teror.
‘Om Teroris Om’
Jakarta, 18 Januari 2016.