Jakarta- Dua investigasi yang terpisah, oleh Reuters dan Time mengungkapkan kalau obat Captagon secara luas dikonsumsi tentara Suriah dalam perang sipil untuk membuat mereka terjaga, waspada, dan lebih mencemaskan, membuat mereka kecanduan. Padahal, meski obat ini dipercaya membuat tentara jadi lebih kuat, golongan amphetamine ini sangat berbahaya dan dilarang di sebagian besar negara-negara di dunia.
Captagon (fenethylline) pertama kali dikembangkan pada 1960an sebagai pengobatan untuk hiperaktifitas, narkolepsi, dan depresi. Tetapi pada tahun 1980-an obat tersebut dilarang di sebagian besar negara karena terlalu adiktif yang kadang disebut sebagai ‘obat pintar’ atau ‘nootropic’.
Captagon bertindak seperti kebanyakan amfetamin, memberikan penggunanya sensasi euforia, membuat mereka lebih banyak bicara, bisa mengatasi rasa ingin tidur dan kelaparan, serta memberikan ledakan energi. Seorang bandar narkoba di Lebanon mengatakan pada Newsweek kalau beberapa pengguna bahkan percaya ‘obat itu memberi mereka kekuasaan tersendiri saat melakukan seks’, meskipun penelitian lain menunjukkan hal ini tidak benar.
Dikutip dari Medical Daily, pada Sabtu (21/11/2015) lalu, seiring dengan sifat adiktif nya, amfetamin menyebabkan penglihatan kabur, gugup, debaran di telinga, gemetaran, dan dalam kasus yang jarang, halusinasi serta perubahan mental yang berat. Overdosis amfetamin juga dapat menyebabkan pingsan, demam, kejang, dan muntah.
Obat ini murah dan mudah untuk diproduksi, biasanya dibuat dengan bahan-bahan seperti kafein. Terlebih lagi, psikiater Lebanon Ramzi Haddad mengatakan kepadaReuters bahwa seseorang hanya perlu ‘pengetahuan dasar kimia dan beberapa timbangan’ untuk membuat narkotika ini.
Sumber : Liputan6.com