NU-Muhmadiyah: Pemenang Pemilu Jangan Jumawa, yang Kalah Legowo

Jakarta – Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses demokrasi lima tahunan yang sudah biasa dijalankan oleh bangsa Indonesia. Karena itu, seluruh anak bangsa diminta untuk mengikuti proses Pemlu 2024 dengan baik.
Pun kepada para kontestan calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres), juga partai-partai pendukungnya untuk tetap dewasa dalam menyikapi hasil Pemilu. Artinya siapapun yang akan menjadi pemenang tetap harus jumawa, sementara bagi yang kalah tentu saja harus ikhlas dan legowo.
Hal itu merupakan seruan dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah agar proses Pemilu 2024 tetap berlangsung damai dan guyub (rukun), terutama saat proses akhir perhitungan suara nanti. Keduanya berharap semua pihak dapat menerima siapa pun pemenangnya dan apa pun hasilnya nanti.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar NU (PBNU) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengatakan, hal itu tujuannya agar segala tahan Pilpres dapat dilewati dengan lancar dan terlaksana secara jujur, adil, transparan, terbuka sebagaimana asas-asas Pemilu yang sudah disepakati bersama.
“Setelah itu hasilnya ya harus kita terima, apapun hasilnya harus kita terima. Kalau misalnya nanti satu putaran ya, kita harus terima, harus kita terima,” kata Gus Ipul di Senayan, Jakarta, Jumat (9/2/2024).
“Kalau misalnya nanti ada pelanggaran, ya harus diproses. Karena setiap pelanggaran, itu diberi peluang oleh ketentuan, untuk diproses di dalam mekanisme yang sudah ditentukan sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK),” sambung dia lagi.
Gus Ipul turut menyoroti perbedaan pendapat dalam pilihan Pilpres. Hal itu menurutnya adalah sesuatu yang umum terjadi, khususnya Pemilu ini sudah berlangsung berkali-kali.
“Sebenarnya tidak perlu ditutup-tutupi kan seperti itu, tapi yang paling penting apapun pilihan kita itu kita saling menghormati saja,” katanya.
Menurutnya, Pemilu dengan berlandaskan asas jujur dan adil juga bisa diupayakan bersama untuk saling mengawal. Apalagi, kata dia, pengawasan untuk perhitungan hasil suara nanti sudah dipegang oleh sejumlah elemen yang diyakininya akan menjalankan fungsi dengan baik.
“Di TPS-TPS (tempat pemungutan suara) juga sudah ada saksi baik saksi resmi maupun saksi yang di luar itu di luar yang resmi itu kan banyak sekali itu. Jadi, pengawasan-pengawasannya juga sudah ada, ada Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan lain sebagainya. Mari kita kawal bersama, nanti agar Pemilu kita ini benar-benar jujur, adil, transparan, terbuka sebagaimana semua ketentuan yang ada,” terang Gus Ipul.
“Saya masih percaya ya semua melakukan tugas sesuai fungsinya masing-masing. Jadi saya masih percaya semua elemen-elemen yang ada ini bisa bertindak sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Saya masih percaya, ya,” lanjut dia.
Hal senada diutarakan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Ia mengajak agar seluruh pihak dapat menerima dengan bijak apa pun hasil dari Pemilu 2024. Ia menyebut, setelah Pemilu pun perlu ada rekonsiliasi dan akomodasi agar tidak ada istilah the winners take all (pemenang mengambil alih semuanya) dan menyingkirkan yang kalah.
“Marilah semua kita hadapi dengan gembira, semua kita hadapi dengan jiwa besar, dengan sikap ksatria sehingga kembali saya tekankan bahwa kita semua harus siap menerima apapun hasil Pemilu itu. Yang menang jangan jumawa, yang kalah tetap legowo dan kemudian harus ada akomodasi dan rekonsiliasi,” ujar Mu’ti.
Sebab, menurut Mu’ti, the winners take all juga bukan bagian dari karakter dan sistem politik di Indonesia. Ia berpendapat, politik di Indonesia tidak mengenal oposisi, tidak mengenal adanya pemerintah yang berkuasa, dan partai yang beroposisi.
Mu’ti juga menyoroti imbauan moral dari civitas akademika perguruan tinggi yang ramai digaungkan merupakan bentuk kepedulian akademisi pada masa depan bangsa agar Pemilu berlangsung secara jujur dan adil. Untuk itu, menurutnya, fenomena tersebut tidak sepatutnya ditafsirkan sebagai bentuk agenda terselubung pihak tertentu.
“Seharusnya tidak dicurigai itu sebagai bagian dari agenda-agenda, misalnya ada yang memikirkan sampai terlalu jauh, ditunggangi kelompok tertentu, punya agenda menjatuhkan pemerintah,” katanya.
Lebih lanjut, Mu’ti mengatakan, imbauan moral tersebut dapat direspons oleh baik pihak penyelenggara negara maupun penyelenggara Pemilu, termasuk Presiden RI Joko Widodo.