Jakarta – Kebijakan perlindungan dan pemulihan terhadap korban aksi terorisme pada hakikatnya merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses penegakan hukum tindak pidana terorisme. Berdasarkan konsep tersebut maka diperlukan peran negara guna menciptakan suatu kesejahteraan sosial, kenyamanan dan keamanan,
Hal tersebut dikatakan Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. Drs. Herwan Chaidir, dalam sambutannya saat membuka acara Konsiyering Penyusunan Instrumen Assessment Medis dan Psikologis Korban Aksi Teror yang digelar Subdit Pemulihan Korban di Hotel Sahati, Jakarta pada Jumat (15/9/2017) siang ini.
“Jadi tidak hanya terbatas pada upaya efektif penegakan hukum saja, tetapi lebih dari itu, Negara juga wajib memberikan perlindungan yang sangat diperlukan bagi korban yang memang sangat memerlukan pemulihan kerugian, baik fisik seperti ekonomi atau kesehatan maupun termasuk masalah psikis seperti trauma,” ujar Brigjen Pol. Herwan Chaidir.
Lebih lanjut alumni Akpol tahun 1987 ini mengatakan bahwa kewajiban untuk memberikan upaya pemulihan kepada korban aksi terorisme merupakan tanggung jawab negara yang telah diatur didalam berbagai instrumen hukum serta ditegaskan dalam berbagai konvensi internasional maupun regional.
“Karena kewajiban yang diakibatkan oleh pertanggungjawaban negara atas terciptanya penegakan hukum yang adil, telah menimbulkan hak kepada individu atau kelompok yang menjadi korban untuk mendapatkan penanganan hukum yang efektif dan pemulihan yang adil, sesuai dengan standar hukum internasional,” ujar mantan Kasubden Bantuan Densus 88/Anti Teror Polri ini.
Pria kelahiran Palembang, 7 Oktober 1963 ini mengatakan bahwa upaya pemulihan kepada korban aksi terorisme merupakan tanggung jawab negara yang telah diatur didalam berbagai instrumen hukum serta ditegaskan dalam berbagai konvensi internasional maupun regional, maka BNPT melalui Direktorat Perlindungan telah melaksanakan kegiatan Penyusunan Skema Rehabilitasi dan Kompensasi di Solo beberapa waktu lalu
“Dari serangkaian kegiatan tersebut pada dasarnya dimaksudkan dalam rangka meningkatkan efektifitas koordinasi antar pemangku kepentingan dalam memahami permasalahan di seputar pemulihan korban tindak pidana terorisme sekaligus merumuskan instrument bersama sebagai panduan kerja upaya pemulihan korban,’ ujar mantan Kapolres Gorontalo dan Pahuwato ini .
Karena menrutnya ada amanat dalam Peraturan Presiden No 46 tahun 2010 tentang BNPT pasal 13 huruf g yang dikatakan bahwa BNPT sebagai koordinator dalam hal pemulihanpara korban tindak pidana terorisme yang selama ini belum tersentuh oleh BNPT. “Dengan adanya Subdit baru (pemulihan korban) ini kita sudah harus melakukan aksi supaya korban ini bisa kita layani, agar kehadiran negara ini bisa dirasakan oleh para korban bom,” ujarnya
Untuk itu pria yang memiliki tiga anak ini berharap dengan adanya kegiatan konsiyeringini ini maka dapat diakomodir dalam proses perubahan Undang-Undang Terorisme yang sedang digodog oleh DPR-RI sehingga mempermudah langkah-langkah BNPT selanjutnya dalam mengefektifkan kegiatan pemulihan korban tindak pidana terorisme.
“Sehingga dengan adanya konsiyering ini mampu membangkitkan semangat dan kepekaan kita bersama dalam membantu para korban terorisme yang sampai dengan saat ini masih menghadapi berbagai kendala dalam memperoleh hak-nya dalam kerangka penanggulangan terorisme sebagai tindak pidana yang merugikan masyarakat dan mengancam kedaulatan NKRI,” kata pria yang menyawali karir kepolisannya sebagai Kanit Reskrim Polsek Ciputat Polda Metro Jaya ini mengakhiri.
Seperti diketahui, acara Konsiyering ini dihadiri sebanyak 27 orang baik dari intansi ataupun lembaga/organisasi seperti Kementrerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, Puslabfor Polri, Densus 88/Anti Teror Polri, Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Yayasan Penyintas Indonesia (YPI),Aliansi Indonesia Damai (AIDA) dan juga dari Asosiasi Korban Bom (Askorbi).