Negara ASEAN Diajak Perkuat SInergi Berantas Tindakan Kriminal
Berbasis TPPO Hingga Terorisme

Jakarta – Negara anggota ASEAN diajak untuk memberantas berbagai
tindakan kriminal berbasis teknologi termasuk tindak pidana
perdagangan orang (TPPO), kejahatan terorganisir transnasional,
pencucian uang, akses obat-obatan terlarang hingga terorisme.

“Sudah waktunya bagi kita untuk mendorong penerapannya oleh
badan-badan sektoral terkait. Oleh karena itu, mari kita bekerja sama
dalam meningkatkan kerja sama regional, pengelolaan perbatasan,
bantuan hukum lintas batas, dan pertukaran informasi,” kata Menko
polhukam Mahfud MD dalam pertemuan dengan para menlu ASEAN dalam 27th
ASEAN Political-Security Community Council Meeting (APSC) sebagai
rangkaian pertemuan KTT ke-43 ASEAN 2023 di Kantor Sekretariat ASEAN,
Jakarta, Senin (4/9/2023).

Menurut Menko Polhukam, APSC memiliki tujuan utama memastikan bahwa
negara-negara di kawasan, damai berdampingan satu sama lain dalam
lingkungan yang adil, demokratis dan harmonis.

Mahfud juga menyebut soal masalah Myanmar yang saat ini menjadi
masalah keamanan terbesar bagi ASEAN. Terlebih, masalah tersebut
disebutnya berpotensi menimbulkan dampak kemanusiaan dan ekonomi yang
meluas di kawasan.

“Prestasi kami dalam mengimplementasikan Cetak Biru APSC 2025
dibayangi oleh kurangnya kemajuan dalam menyelesaikan masalah
Myanmar,” sambung Mahfud.

Masalah Myanmar, sebut Mahfud, tidak boleh melemahkan kemajuan yang
dicapai oleh ASEAN sejak tahun 1967.

“Jika kita tidak mengambil tindakan untuk mengatasi permasalahan ini,
relevansi kita bisa saja terpuruk dikompromikan,” tegasnya.

Dalam pertemuan yang sama, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno
Marsudi juga mengajak para menlu ASEAN yang hadir untuk mengeratkan
kerja sama dalam menangani kasus kejahatan lintas batas.

Indonesia, sebut Retno, telah berhasil menangani lebih dari 2.700
kasus tindak pidana perdaganganorang (TPPO) sejak Mei 2023. Maka dari
itu, ia mendorong adanya pengaturan hukum yang lebih jelas.

“Kita perlu mengedepankan pendekatan yang lebih komprehensif terhadap
TPPO, termasuk dengan menyelesaikan Perjanjian Ekstradisi ASEAN yang
telah lama tertunda,” katanya.

Terlebih, Interpol telah melaporkan bahwa total biaya bersih kejahatan
dunia maya meningkat sebesar 15 persen per tahun hingga tahun 2025.

“Oleh karena itu, langkah konkret harus dilakukan, termasuk dengan
penguatan manajemen perbatasan, kerja sama keamanan siber regional,
serta bantuan hukum timbal balik yang efektif dan efisien,” tambah
Retno.

Menlu juga mendorong penegakan hak asasi manusia di kawasan regional.

“Rekan-rekan sekalian, saya hanya ingin mengingatkan kembali bahwa
Pembukaan Piagam kita berbunyi: Kita, masyarakat,” tambah Retno. “Ini
berarti kita harus mengikuti perkembangan tantangan hak asasi manusia
yang terus berkembang untuk lebih mempromosikan dan melindungi hak
asasi manusia mereka.”

Ia menambahkan bahwa negara ASEAN perlu menegakkan kerja sama di
bidang maritim. Terlebih, lantaran kawasan Indo-Pasifik memiliki
kawasan yang luas dan penuh potensi.

“Ke depan, kita perlu lebih konsisten dalam menerapkan hukum
internasional, termasuk UNCLOS, dan perjanjian regional seperti Zone
of Peace, Freedom, and Neutrality (ZOPFAN) dan Southeast Asia Nuclear
Weapon-Free Zone (SEANWFZ), serta Treaty of Amity and Cooperation in
Southeast Asia (TAC) dan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP),
merupakan inti dari upaya kita,” ujar Retno.