Jakarta – Mantan Wakil Menteri Agama Nasarudin Umar mendukung langkah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ungkap pesantren-pesantren terindikasi radikalisme. Hal itu adalah langkah antisipasi yang tepat. Jika hal itu ditutup-tutupi, akibat yang ditimbulkan akan sangat mengerikan, karena bisa mengancam NKRI.
“Menurut saya, keberadaan 19 pesantren terindikasi radikal adalah satu langkah antisipatif yang tepat. BNPT pasti tidak sembarangan ungkapkan fakta. Pasti ada data valid, termasuk soal nama, kasus, saksi dan lain-lain,” kata Prof. Dr Nasaruddin Umar MA di Jakarta, Kamis (18/2/2016)
“Para pesantren itu tidak boleh menutup-nutupi apa yang terjadi. Pesantren harus jujur. Kalau ada pesantren garis keras, katakan garis keras. Kalau ada santrinya yang terlibat, ya akui saja. Begitu juga Ormas Islam. Artinya pesantren itu tidak boleh menutup-nutupi sesuatu, tapi juga tidak boleh mengada-adakan sesuatu,” katanya. Jika ditutup-tutupi, menurutnya akan menyebabkan aksi terorisme seperti teror bom Thamrin, Kuta, Marriot, dan kemudian bisa mengancam NKRI.
“Kalau tidak benar silakan pesantren yang disebutkan menyangkal, tetapi juga dengan data-data valid. Saya menilai apa yang terjadi kemarin sebenarnya karena ekspos media tertentu saja yang seolah-olah mengeneralisasi pesantren,” imbuhnya.
Ia menilai, bila BNPT tidak mengungkapkan fakta itu justru salah, apalagi data-datanya valid. Kecuali tidak ada data, tentu langkah itu tidak boleh dilakukan. Menurutnya, era sekarang ini berbeda dengan Orde Baru. Sekarang harus terbuka dan jujur, tidak seperti dulu selalu ditutupi, tapi kenyataannya justru melenceng.
“Jadi jangan coba-coba bila ada pesantren yang terkait radikalisme tetap menyangkal seolah-olah tidak. Begitu juga dengan pengurusnya tidak usah juga melindungi bila ada oknum di pesantren itu terlibat terorisme. Intinya, semua harus jujur, BNPT harus jujur, Kementerian Agama harus jujur, tidak boleh saling menutupi,” tutur pria yang baru dikukuhkan menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal.
Tidak hanya aksi terorisme Pondok pesantren seharusnya jangan takut menyuarakan kebenaran dalam mengantisipasi penyebaran paham radikalisme terorisme di Indonesia. Ini terkait adanya pesantren terindikasi paham radikalisme yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tentu tidak sembarangan mengungkapkan fakta.
Prof Nasaruddin mengajak semua pihak untuk untuk tidak takut dalam mendukung pemerintah dalam pencegahan terorisme. Apalagi akhir-akhir ini, ancaman dan aksi terorisme sudah sangat terbuka, baik itu melalui media massa maupun media sosial. Upaya ini dinilainya sebagai langkah mulia demi menciptakan kehidupan yang damai, rukun, dan sejahtera.
“BNPT jangan takut mengungkap hal-hal seperti itu karena memang sudah menjadi domainnya dalam pencegahan terorisme yang penting didukung data lengkap dan valid. Boleh saja yang merasa tidak lalu melakukan klarifikasi atau bahkan menggugat kemana pun juga, sepanjang punya data otentik harus dihadapi,” kataProf Nasaruddin.
Hal yang sama juga diungkapkan pakar hukum Dr, Suhardi Sumomoeljono, SH, MH. Menurunya, dari aspekpencegahan, upaya pengungkapan pesantren radikal itu memang harus dilakukan. Memang kalau dari segi jumlah pesantrennya memang sangat kecil dibandingkan puluhan ribu pesantren di Indonesia.
“Ini termasuk pencegahan secara dini. Dan tidak mungkin hal itu diungkapkan bila tidak fakta dan data yang valid. Artinya kalau ada menyanggah, silakan protes tetapi dengan bukti-bukti data. Jadi data itu bisa diadu dengan data milik BNPT,” ungkapnya. Menurutnya, langkah preventif seperti akan lebih baik, daripada kecolongan. Apalagi sudah terbukti ada kiai atau ustadz yang tersangkut radikalisme terorisme.