Narasi Keagamaan Keliru di Medsos Jadi Akar Radikalisme Berbasis Agama

Narasi Keagamaan Keliru di Medsos Jadi Akar Radikalisme Berbasis Agama

Semarang – Maraknya narasi keagamaan yang keliru di media sosial bisa menjadi salah satu akar dari radikalisme berbasis agama. Narasi keagamaan yang keliru seringkali menyebar dengan cepat dan luas di media sosial dan dapat mempengaruhi pemaham agama seseorang secara negatif.

Untuk itulah generasi muda harus paham bagaimana cara kelompok radikal melakukan aksinya dan harus tahu bagaimana mencegah terjadinya penyebaran narasi keagamaan yang keliru itu dan mengurangi dampak dari aksi kelompok radikal di dunia maya.

Hal itu diungkap oleh Ketua Lakpesdam PBNU Ulil Abshar Abdalla saat menjadi narasumber pada kegiatan Pembentukan Duta Damai Santri dan Regenerasi Duta Damai Dunia Maya Regional Jawa Tengah di Semarang, Rabu (14/6/2023).

“Peran generasi muda di dalam menghadapi narasi keberagamaan yang radikal yang paling utama adalah memahami bagaimana cara kerja kelompok ini,” ungkapnya.

Menurut Gus Ulil, kaum millenial tidak akan bisa menanggapi ideologi radikal jika tidak memahami cara kerja kelompok tersebut berselancar di dunia maya.

“Setelah kita tahu dan paham, kita baru bisa merumuskan narasi tandingan. Narasi tandingan ini sebetulnya narasi yang tidak berangkat dari 0, karena narasi tandingan ini praktek keagamaan dan praktek dakwah yang sudah berlangsung di Indonesia selama beradab-abad,” lanjutnya.

Namun pada kenyataannya, masih banyak generasi muda termasuk para santri yang hanya menjadi pengguna media sosial yang pasif, padahal mereka memiliki ilmu agama yang cukup.

Dirinya mengungkapkan bahwa santri memiliki ilmu yang banyak dan bagus karena mereka belajar ilmu Islam dari para Kiyai, namun memiliki beberapa kekurangan.

“Kelemahan para santri mereka kurang artikulatif, kurang banyak menulis, kurang banyak membuat dan memproduksi konten dan juga kurang canggih memahami bahasa komunikasi saat ini,” tambahnya.

Pria yang melanjutkan sekolah di Harvard University ini menyampaikan bahwa generasi muda dan para santri perlu memperkuat kemampuan komunikasi.

“Padahal para santri memiliki ilmunya, jadi tinggal memoles tekniknya saja”, ujarnya.

Pihaknya berharap setelah mengikuti kegiatan pelatihan ini, generasi muda termasuk para santri khususnya di daerah Jawa Tengah ini memiliki kemampuan dan terus meningkatkan keahlian yang mereka miliki.

“Saya berharap setelah mengikuti patihan ini mereka menjadi generasi muda yang punya skill teknis yang mampuni sehingga bisa menyampaikan ajaran-ajaran Islam yg rahmatan lil alamin sesuai dengan bahasa sekarang,” tutupnya.