Jakarta – Satu lagi narapidana tindak pidana terorisme (Napiter) Lapas Kelas IIA Kediri mendapatkan pembebasan bersyarat setelah berperilaku baik dan mengikuti program pembinaan lapas, Selasa (9/7/2024).
Napiter yang mendapatkan pembebasan bersyarat ini berinisial HS. Dia merupakan mantan anggota kelompok jaringan Jamaah Islamiyah (JI) Jawa Timur.
Setelah mengikuti pembinaan, saat ini HS telah telah menunjukkan komitmennya untuk berubah dan kembali ke pangkuan NKRI.
Sebelumnya HS dinyatakan bersalah melanggar pasal 15 jo pasal 7 UU RI nomor 15 tahun 2024 tentang Tindak Pidana Terorisme, divonis 5 tahun penjara dengan denda Rp 50.000.000 subsider 3 bulan.
Selama menjalani masa pidananya di Lapas Kelas IIA Kediri, HS mengikuti seluruh program pembinaan yang diselenggarakan lapas berupa keterampilan, keagamaan, kemandirian, dan HS juga menunjukkan sikap kooperatif dengan baik.
Puncak dari keberhasilan program pembinaan ini ditandai dengan pelaksanaan Ikrar Setia Kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) pada 5 Maret 2024.
Ikrar ini menunjukkan bahwa napiter tersebut telah menyesali dan tidak mengulangi kesalahannya. Dan hal ini merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hak remisi dan integrasi.
Plt Kalapas Kelas IIA Kediri, Budi Ruswanto menjelaskan HS telah siap kembali ke masyarakat.
“Kami mengamati setiap perkembangan napiter tersebut,” jelasnya.
Dari hasil pengamatan, HS dengan secara konsisten telah mengikuti program pembinaan dengan baik dan puncaknya napiter melaksanakan Ikrar Setia Kepada NKRI beberapa bulan yang lalu.
“Napiter tersebut telah menjalani proses pengamatan dan evaluasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Saat ini HS telah mendapatkan hak integrasinya serta siap untuk kembali ke masyarakat” jelasnya.
Hal ini sesuai arahan Kakanwil Kemenkumham Jawa Timur Heni Yuwono yang berharap semua narapidana, khususnya teroris dapat memanfaatkan setiap kesempatan yang ada di lapas untuk memperbaiki diri.
Program pembinaan ini dirancang agar bisa kembali ke masyarakat dengan mental dan moral yang lebih baik. Sehingga keberhasilan program pembinaan tidak hanya bergantung pada fasilitas dan metode yang diterapkan, tetapi pada kesungguhan dan niat baik dari para narapidana untuk berubah.