Bogor – Kegiatan Pembekalan Motivasi Bagi Korban Terorisme yang digelar Subdit Pemulihan Korban Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Cisarua, Kab. Bogor pada Rabu-Kamis (11-12/4/2018) mulai masuk kepada materi motivasi kepada para peserta. Materi motivasi yang berupa materi kelas dan luar kelas yang berbentuk outbound ini menghadirkan motivator atau trainner terkemuka Nanang Qasim Yusuf atau yang biasa disapa Naqoi
Ke-40 peserta yang merupakan korban dari aksi terorisme baik itu bom Bali I & II, Bom JW Marriot, Bom Kedubes Australia, Bom Jalan Thamrin dan aksi terorisme lainnya tampak senang dan antusias mengikuti materi tersebut yang terlihat serius tapi santai ini.
Kepada Damailahindonesiaku.com, disela-sela acara Naqoy mengatakan bahwa tujuan dirinya memberikan materi kelas adalah untuk pertama mengubah mindset dan habit atau kebiaaan-kebiasaan dari para peserta agar punya karakter.
“Saya menyampaikan kepada mereka bahwa banyak diantara kita yang sering kali mengeluhkan yang sudah lewat-lewat. Padahal pada saat ini kita ini sedang diberikan rezeki sebanyak-banyaknya seperti rezeki sehat, rezeki pertemanan dan rezeki lainnya,” ujar Naqoy.
Menurutnya, hal tersebut dikarenakan tekadang pikiran para korban itu tertutup karena teringat dengan masa lalunya terus. “Nah temen-temen inikan ‘’masa lalu’ nya itu bertumpuk-tumpuk emosinya. Jawaban emosinya itu negatif. Nah kalau hal itu tidak dibuang atau di hapus tentunya akan digendong terus. Mereka yang seharsunya punya potensi hebat menjadi tidak bisa move on,” kata alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini menjelaskan
Untuk itu pria kelahiran Brebes, 12 Agustus 1979 ini mendorong kepada para korban agar masalah-masalah yang sudah lewat itu di dapat dihapus dari pkirannya untuk diganti dengan terapi yang telah ia berikan di acara tersebut yakni dengan kata-kata yang simple seperti Terima Kasih Tuhan dan segala-galanya.
“Itulah yang mendelete yang sudah lewat. Jadi kalau ada kejadian bom atau ada apapun maka di para korban itu sudah kami berikan kata kunci ‘Thanks God for Everything’. Sehingga saat ada ribuan masalah pun mereka harus bisa mengatakan ‘Thanks God, Enough’,” ujarnya.
Hal ini dilakukan agar mereka dapat menyegarkan kembali pikirannya sehingga dapat menyongsong pada kegiatan esok harinya. “Di materi kelas ini saya memberikan motivasi kepada mereka untuk menjadi pribadi yang selesai terhadap masa lalunya. Karena kalau tidak, tentunya akan dia bahas terus, dipikirkan, dingat ingat, yang akhirnya di bawa perasaan,” ujar suami dari Dewi Umronih ini menjelaskan .
Penulis buku laris yangsalah satunya berjudul The7Awarenes ini menjealskan, pemulihan ini penting dilakuakn bukan kepada para keorban dari aski terorisme saja, tetapi terhadap diri semua orang termasuk diri kita sendiri.
“Bukan hanya korban, mereka ini sebenarnya harus menemukan One Minute Awareness untu kdapat mencerahkan hidupnya. Karena tekanannya akan riil. Diluar korban pun sebenarnya kita juga sama dengan mereka yang kadang-kadang juga belum move on,” ujarnya.
Dari pengamatannya, anak-anak mahasiswa yang belum bisa move on atau anak- anak pengusaha yang belum move on itu juga banyak, karean dia ingatnya bangkrutnya. Termasuk suami-suami yang belum bisa move on karena kehilangan istrinya atau istri yang kehilangan suami juga belum bisa move on juga banyak.
“Jadi kehidupan kita ini juga serupa, yang tidak bisa maju karena tidak bisa move on. Mereka belajar move on ini penting untuk membuang sampah-sampah psikologis. Ini penting karena kalau bebannya kelihatan itu akan gampang, tapi ini kan tidak kelihatan. Sepertinya sudah ikhlas, sepertinya sudah enak, tapi pada kenyataanya masih diingat,” ujarnya.
Terhadap para korban aksi terorisme ini dirinya melihat kadang para korban ini berpikir gara-gara kehilangan suami karena kejadian terorrisme membuat kehidupannya menjadi susah. “Mereka tidak boleh seperti itu terus karena itu sudah lewat. Atau gara-gara kejadian ini dan itu yang akhirnya tidak bisa bekerja itu kan sudah lampau, tapi masalahnya sering kali diulang-ulang atau dingat ingat,” ujarnya.
Untuk itulah dirinya selalu memberikan kata kata seperti ‘Thanks God. Thanks Allah Everything’ agar para korban itu dapat melakukan terapi terhadap dirinya sendiri.
Kemudian makusd dan tujuan dirinya untuk memberikan kegiatan outbound itu agar para korban itu berpikir out of the box. Karena kegiatan outbound ini juga mengajarkan masalah kekeompakan tim,membersihkan pikiran dan sebagainya.
“Semoga kegiatan outbound ini sebagai bagian dari refreshing dari jiwa mereka. Karena orang yang jiwanya masih tergendongi oleh beban pikiran tentunya tidak bisa menikmati. Meskipun dia berada di hotel atau tempat yang mewah yang harga kamar misalnya Rp 10 juta permalam saja belum tentu bisa membuat manusia itu nikmat karena memikirkan masalah,” kata ayah tiga putri ini mengakhiri.