Jakarta – Setiap tanggal 1 Juni, masyarakat Indonesia memperingati hari lahirnya Pancasila sebagai ideologi negara. Namun, momentum ini belum menyentuh semua lapisan masyarakat untuk memeriahkan, mengilhami maupun mengamalkan nilai nilai Pancasila. Pancasila kerap hanya dijadikan sebagai simbol, atau identitas untuk agenda politik tanpa mengaplikasikan nilai-nilainya. Selain itu, bagi kelompok radikal-teroris, mengilhami Pancasila dianggap thogut, bahkan kafir.
Dalam bingkai keindonesiaan, Pancasila merupakan jalan tengah yang memoderasi ekstrem kanan dan kiri. Dalam perspektif keagamaan, nilai-nilai Pancasila bersumber dari ajaran agama. Karena itulah mengamalkan Pancasila berarti mempraktekkan nilai luhur budaya bangsa dan agama sebagai vaksinasi dari paham yang mengajarkan intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Ahmad Zubaidi mengungkapkan mereka yang menganggap Pancasila tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam adalah kelompok yang berfikiran sempit. Menurutnya, jika dibahas secara komprehensif, maka di dalamnya mengandung nilai-nilai Islam.
“Pada prinsipnya bahwa Pancasila sangat sesuai dengan agama Islam, karena tidak ada satupun norma yang terdapat dalam sila Pancasila yang bertentangan dengan Alquran maupun hadis yang menjadi pedoman kehidupan umat Islam,” ucap KH. Ahmad Zubaidi di Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Meskipun disebutkan sila pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa, jelas Kiai Zubaidi, ini menunjukkan sebuah kedewasaan umat Islam dalam rangka membangun kebersamaan, mengingat Indonesia adalah bangsa yang majemuk, berbeda suku, agama dan ras. Semua itu, dipersatukan dengan Pancasila.
Ia mengungkapkan, dalam Al-quran ada kalimat yang disebut dengan kalimatun sawa, titik temu. Bagaimana mencari persamaan atau persatuan, bukan memperdebatkan perbedaan.
“Islam nggak ego, yang penting adalah poinnya esensinya didapatkan, bagaimana para pendahulu kita dalam memikirkan bangsa ini memperjuangkan bangsa ini. Mereka berpikir untuk semua bukan hanya berpikir untuk diri sendiri atau kelompoknya,” ucap KH. Ahmad Zubaidi.
Dalam sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menurut KH. Ahmad, Islam sangat menjungjung tinggi keadilan dan kemanusiaan. Saling menghargai, menghormati orang tua, mengajarkan adab dan kesopanan. Teladan Nabi Muhammad SAW menjadi role model dalam berkehidupan sosial.
Selain itu, Islam juga mengajarkan persatuan ukhuwah Islamiyah (saudara seiman), ukhwah watoniyah (saudara sebangsa), ukhwah basariah (saudara dalam kemanusiaan) yang dilandasi dalam Surat Al Hujurat ayat 13. Artinya mana Allah telah menciptakan manusia bersuku berbangsa-bangsa dan agar saling kenal.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga mengungkapkan bahwa Islam mengajarkan wasawirhum fil amri bermusawarahlah dengan mereka dalam suatu persoalan. Prinsipnya adalah mencari solusi win-win solution karena wasathi, moderat di tengah-tengah mencari jalan tengah. Oleh karena itu, MUI menyatakan pendapat bahwa Pancasila merupakan ideologi negara yang bisa dipedomani oleh semua warga bangsa termasuk umat Islam. Jadi, bagi umat Islam tidak ada alasan untuk tidak menerima Pancasila.
Ia menambahkan, dalam Islam konsep keadilan sangat dijunjung tinggi. Banyak ayat maupun hadits yang menyerukan agar saling berbuat baik kepada orang lain. Wataawanu alal birri wattaqwa wala taawanu alalismi wal udwan, tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan (Al Maidah: 2).
“Konsep zakat misalnya. Hal ini dilakukan rangka memeratakan keadilan sosial, ekonomi supaya harta benda itu tidak hanya menumpuk pada orang-orang kaya saja tapi bisa menyebar ke seluruh umat manusia, ini jelas sangat sesuai dengan Islam,” ucap Kiai Zubaidi.
Menurut Kiai Zubaidi, tujuan syariat Islam ialah maqosid syariah, yakni membangun atau mewujudkan kemaslahatan di tengah kehidupan manusia. Jadi apapun yang dibangun dalam kehidupan, ujungnya adalah kemaslahatan. Seseorang punya ego tertentu, tapi tidak membangun kemaslahatan, berarti tidak sesuai dengan tujuan syariat.
Dengan Pancasila, katanya, masyarakat damai dan bersama, hidup indah, ibadah bebas sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing. Itu adalah sebuah rahmah. Ini merupakan hasil perwujudan di mana kita disatukan dengan Pancasila, saya kira luar biasa masyaallah.”
Untuk itu, Kiai Zubaidi menyerukan agar nilai nilai Pancasila dapat diilhami dan implementasikan, tidak hanya menjadi jargon belaka. Hari Lahir Pancasila ini dapat menjadi momentum untuk mengingat perjuangan leluhur bangsa untuk mempersatukan Indonesia.