Penajam — Upaya mencegah tumbuhnya paham radikalisme di tengah masyarakat terus digencarkan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) bekerja sama dengan Polres PPU menggelar Seminar Deradikalisasi bertajuk “Aktualisasi Peran Pemuda dan Masyarakat dalam Menangkal Paham Radikalisme di Indonesia”, Kamis (9/10), di Gedung Serbaguna Kantor Desa Sesulu, Kecamatan Waru.
Kegiatan yang dimulai pukul 09.30 WITA ini diikuti oleh berbagai unsur masyarakat — tokoh agama, aparat pemerintah, pelajar, hingga perwakilan Forkopimcam Waru dan Babulu. Acara ini menjadi wadah dialog kebangsaan yang mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, untuk memahami bahaya ideologi ekstrem dan memperkuat semangat cinta tanah air.
Ketua Umum MUI PPU, KH. Abu Hasan Mubarak, dalam sambutannya menegaskan pentingnya kewaspadaan terhadap masuknya paham radikal di lingkungan masyarakat. Ia menyebut, kolaborasi antara MUI dan kepolisian menjadi langkah strategis untuk memperkuat ketahanan ideologis bangsa di tingkat akar rumput.
“Seminar ini adalah bentuk sinergi MUI dan Polres PPU dalam menjaga kondusivitas wilayah. Kami ingin masyarakat, terutama pemuda, sadar bahwa paham radikalisme adalah ancaman nyata yang harus ditangkal bersama,” ujar Abu Hasan.
Ia juga menegaskan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah, yang mengajarkan sikap moderat, toleran, dan menjalin ukhuwah Islamiyah di tengah perbedaan.
Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama PPU, H. Muhammad Syahrir, menjelaskan bahwa paham radikal dapat tumbuh karena berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Menurutnya, intoleransi yang dibiarkan dapat menjadi pintu masuk munculnya tindakan ekstrem.
“Radikalisme bisa lahir dari benih intoleransi. Karena itu, rumah, sekolah, dan lingkungan harus saling bersinergi membentuk karakter generasi muda yang berimbang dan berwawasan kebangsaan,” tegasnya.
Dari sisi pemerintahan daerah, Kepala Badan Kesbangpol PPU, Agus Dahlan, mengingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap penyebaran konten radikal di media sosial dan grup percakapan digital.
“Radikalisme kini lebih banyak menyerang pola pikir daripada fisik. Karena itu, deradikalisasi harus menjadi gerakan sosial yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya.
Sebagai penutup, seluruh peserta seminar — mulai dari tokoh agama, pelajar, aparat pemerintah, hingga unsur Forkopimcam — membacakan deklarasi bersama untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam deklarasi tersebut, mereka berkomitmen untuk menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, menolak segala bentuk radikalisme, terorisme, dan intoleransi, serta memperkuat semangat persatuan, kerukunan, dan kebangsaan.
“NKRI harga mati,” demikian pekik bersama yang menutup rangkaian kegiatan siang itu — sebagai simbol tekad menjaga Indonesia tetap damai dan bersatu dalam keberagaman.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!