Semarang – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah (Jateng) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jateng, menggelar apel deklarasi antiradikalisme dan terorisme di lapangan Pancasila, Semarang, Selasa (15/8/2017). Apel antiradikalisme dan terorisme ini dirangkai dengan upacara peringatan Hari Jadi Ke-72 Pemprov Jateng.
Deklarasi akan disampaikan oleh 13 wakil pemuda dan pelajar yang meliputi unsur mahasiswa, pelajar SLTP dan SLTA, KNPI, santri Pondok Pesantren, unsur agama dan Dimas dan Denok Jawa Tengah. Bertindak sebagai inspektur upacara pada deklarasi antiradikalisme dan terorisme ini adalah Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
Ketua Umum MUI Jateng, Dr KH Ahmad Darodji Msi kepada wartawan, Senin (14/8/2017) menjelaska, tujuan apel ini adalah untuk melindungi umat dari pengaruh radikalisme-terorisme, da mengajak masyarakat untuk berkomitmen menegakkan NKRI sebagai tonggak persatuan dan kesatuan bangsa. “Langkah ini sebagai hal penting di tengah semakin menguatnya pihak-pihak yang ingin memperlemah kohesivitas masyarakat terhadap NKRI,” tegasnya.
Dikatakan, tahapan kegiatan antiradikalisme dan terorisme ini adalah meniru gerakan antinarkoba yang digelar MUI Jateng pada ktober 2016. Ada tiga tahap yakni halaqoh ulama mengantisipasi radikalisme di Jateng, pada 2-3 Agustus 2017, khotbah Jumat secara serentak di 35 ribu masjid bertema antiradikalisme pada 11 Agustus 2017, dan apel deklarasi akan digelar 15 Agustus 2017.
Menurut Ahmad Darodji, gerakan antiradikalisme harus dimunculkan mengingat radikalisme dan terorisme di tengah kita saat ini telah memperlemah kohesivitas masyarakat. Semangat persatuan dan kesatuan yang menjadi kekuatan utama tegaknya NKRI, mulai terkoyak. Jateng pun termasuk yang terkena imbas cukup serius, mengingat sejumlah daerah terindikasi menjadi lahan subur bagi berkembangnya paham tersebut.
Dalam hal ini, MUI Jateng tidak sekadar menolak paham radikalisme dan terorisme untuk tumbuh di provinsi ini. Tetapi juga menyatakan taat, setia dan berkomitmen untuk menjaga tegaknya NKRI, Pancasila, UUD 1945, serta kehidupan yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Dijelaskan, Libatkan MUI dalam pembahasan strategi penanggulangan radikalisme dan terorisme. Radikalisme itu berupa pemaksaan paham, bukan kejahatan biasa sehingga dalam penanganannya dibutuhkan tokoh agama. MUI perlu hadir dalam pembahasan strategi antisipasi, karena MUI punya kemampuan dalam menangkal paham sesat tersebut.
“Dalam praktiknya, selama ini MUI kurang dilibatkan dalam strategi mengantisipasi radikalisme dan teeorisme. Kecenderungannya aparat berwajib berjalan sendiri tanpa membutuhkan MUI. Padahal, peran MUI sangat vital unt memberikan pandangan kepada aparat dalam mengantisipasi dan menangkal paham tersebut,” pungkasnya.