Cara pandang radikal merupakan bibit bagi munculnya tindakan terorisme. Terorisme memang tidak datang secara tiba-tiba, tetapi mereka yang mempunyai sikap dan pandangan seperti ini sangat dekat dengan tindakan terorisme. Pemikiran radikal itu ditandai dengan sikap merasa paling benar, pandangan ekslusif dan gampang mengkafirkan kelompok lain yang berbeda.
Demikian pernyataan Wakil Sekretaris Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. Abdul Moqsith Gazali dalam kegiatan Dialog Penyuluh Agama dalam rangka Pencegahan Paham Radikal Terorisme se-Wilayah Jawa Timur di Hotel Vasa, Surabaya, Kamis (15/06/2017). Lebih lanjut Moqsith mengatakan bahwa terorisme bukan tindakan kriminal biasa karena setiap kelompok teror tidak pernah merasa tindakan mereka sebagai kesalahan. Berbeda dengan kejahatan lainnya seperti narkoba, korupsi dan pencurian. Alih-alih menyatakan bersalah, para teroris justru menyebut dirinya sebagai jihadis.
Menghadapi kelompok teroris itu butuh pendekatan dan cara pandang sendiri. Menghadapi kelompok teror tidak bisa dihadapi dengan cara biasa. Mereka mempunyai tokoh sendiri dan sangat fanatik. Kelompok teror juga mempunyai mentor sendiri yang hanya percaya pada kelompoknya sendiri.
“Mereka tidak hanya menolak tokoh ulama di luar dirinya, tetapi juga menyesatkan tokoh-tokoh ulama yang sudah menjadi rujukan utama di tengah masyarakat luas“. Tegasnya.
Selain itu, mereka fasih mengutip ayat quran secara serampangan tetapi tidak memahami konteks ayat tersebut secara tepat.
“salah satu misalnya yang menjadi dalil adalah perintah membunuh orang kafir di manapun kalian temui. Ayat ini selalu menjadi rujukan kelompok teror tanpa memperhatikan kontek ayat tersebut yang berada di dalam kondisi perang” terangnya.
Karena itulah diharapkan penyuluh agama sebagai garda depan dalam menangkal paham terorisme dengan narasi keagamaan harus mendalami dan ditopang oleh pemikiran keagamaan yang memadai. Menurut Moqsith, penyuluh agama harus intens dalam menyebarkan kontra radikalisasi dengan penyebaran tafsir-tafsir yang moderat di tengah masyarakat.