Jakarta – Agama seringkali menjadi komoditas kepentingan sesaat baik oleh perorangan maupun kelompok. Banyak yang menggunakan agama untuk meraih kekuasaan dengan mempolitisasi penggunaan dalil-dalil dalam agama. Agama juga sering dijadikan justifikasi pembenaran kelompok radikal teroris dalam melakukan berbagai tindakan teror maupun serangan menggunakan bom bunuh diri terhadap kelompok ataupun negara yang mereka anggap sebagai negara kafir.
Dikutip dari detik.com, Minggu (25/2), Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, pandangan radikal atau ekstrem juga sering terjadi karena adanya bias pemahaman. Menurut Haedar, radikal tidak hanya pada agama, namun juga bisa disebabkan faktor sosial, ekonomi, dan lainya. Fenomena ini pula yang membuat posisi Muhammadiyah, NU, dan mayoritas muslim Indonesia yang moderat menjadi sangat penting dalam memperkuat posisi muslim moderat di masyarakat.
“Muhammadiyah sendiri justru menawarkan pendekatan moderasi dalam berhadapan dengan kelompok radikal, bukan deradikalisasi,” ujarnya.
Haedar mengatakan aspek krusial lain yang dilihat Muhammadiyah adalah penegakan hukum. Masyarakat akan terus memantau bagaimana aparat, sebagai representasi negara, memperlakukan pihak-pihak yang dipersepsi melakukan hal yang sama.
Kelompok moderat seperti Muhammadiyah dan NU, kata Haedar, sangat penting dalam membendung pertumbuhan radikalisme. Bila negara secara tidak langsung ikut berkontribusi “menumbuhkan” kelompok radikal dengan kebijakannya yang tidak adil, maka peran yang diemban kelompok moderat menjadi berat.
Di sisi lain, menurutnya, Muhammadiyah, NU, dan kelompok moderat lain juga harus bekerja keras membangun agar umat Islam maju dan mapan baik di ranah politik, ekonomi, pendidikan, bisnis, budaya dan lainya.
“Umat Islam yang moderat ini takkan bisa menjalankan perannya dengan baik dalam menjaga stabilitas di masyarakat bila dirinya sendiri terbelakang,” pungkas Haedar.