Yogyakarta – Kota Gudeg Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, sehingga tidak salah bila Yogyakarta menjadi salah satu ‘gudang’ anak muda yang kreatif, pintar, cerdas, bersemangat, sekaligus kritis. Tapi muda-mudi Yogyakarta juga harus sadar, sebagi generasi muda mereka juga menjadi incaran propaganda radikalisme dan terorisme, khususnya melalui dunia maya.
Karena itu, muda-mudi Yogyakarta tidak boleh lengah dan tetap pintar, terutama saat berselancar di dunia maya. Mereka harus bisa menyaring dan mengetahui berbagai informasi yang didapat dari dunia maya dan jangan sampai terlena dengan hasutan dan rayuan palsu, terutama dari kelompok militan ISIS. Pastinya, muda-mudi Yogyakarta harus jadi pioner dalam pencegahan terorisme melalui dunia maya.
“Teroris tidak bisa hanya dihadapi polisi atau TNI. Yang pasti, teroris itu musuh bersama sehingga kita harus bersatu dalam mencegah, menindak, dan mengusir mereka dari Bumi Indonesia. Itulah yang mendasari BNPT menggelar Pelatihan Duta Damai Dunia Maya ini yang bertujuan menciptakan generasi muda yang anti terorisme sekaligus menyebarkan perdamaian melalui dunia maya,” ujar Kasubdit Pengawasan dan Kontra Propaganda BNPT Dadang Hendrayudha saat membuka kegiatan di Hotel Alana, Yogyakarta, Selasa (19/7/2016).
Program ini adalah lanjutan program Damai di Dunia Maya yang digelar BNPT tahun 2015 lalu. Kegiatan Pelatihan Duta Damai Dunia Maya 2016 melibatkan 60 peserta anak muda dari kalangan teknologi informasi (IT), Desain Komunikasi Visual (DKV), dan Blogger. Bahkan dari 60 peserta itu, tidak hanya dari Yogyakarta, tapi juga datang dari Solo, Malang, Semarang, Bojonegoro, Bantul, Sleman, dan lain-lain.
“Mereka dilatih membuat konten kontra narasi melalui tulisan, meme, video, foto, dan gambar. Diharapkan, para duta damai ini nantinya bisa menjadi mitra BNPT dalam membendung paham radikalisme dan terorisme, khususnya melalui dunia maya,” kata Dadang Hendrayudha.
Pelatihan Duta Damai Dunia Maya ini adalah salah satu bagian dari program penanggulangan terorisme yang dilakukan BNPT dalam menyikapi aksi terorisme yang semakin hari tambah gila. Ia berharap para duta damai Yogyakarta ini nantinya bisa bergabung dengan PMD bersama para duta damai dari Medan, Makassar, dan Jakarta yang telah lebih dulu bergabung.
Pada kesempatan itu, Dadang menjelaskan secara singkat perjalanan terorisme di Indonesia. Terorisme di Indonesia diawali dengan pemberontakan DI/TII yang dipimpin Kartosuwiryo di masa Orde Lama. Kelompok ini bertujuan untuk memisahkan dari dari NKRI dan mendirikan negara sendiri yaitu Negara Islam Indonesia. Pergerakan terorisme berlanjut di masa Orde Baru. Saat itu pemerintah gencar melakukan operasi intelijen sehingga banyak dari kelompok ini lari ke luar negeri, khususnya Malaysia. Mereka inilah yang akhirnya menjadi momok dengan melakukan aksi terorisme seperti yang dilakukan duo Malaysia, DR. Azahari dan Noordin M. Top.
Gelombang aksi terorisme di Indonesia mulai terjadi pada tahun 2000-an berupa bom malam natal, bom Kedubes Filipina, bom Bali, bom JW Marriot, bom Ritz Charlton, bom JW Marriot 2 dan bom Bali 2. Sebelum serangan bom Bali, bangsa Indonesia tidak tahu latar belakang pemboman tersebut. Baru setelah tertangkap pelaku bom Bali diketahui ada jaringan di Indonesia yang melakukan aksi-aksi tersebut. Salah satunya adalah Al-Jamaah Al-Islamiyah (JI) yang memiliki network di seluruh Asia Tenggara dengan dipimpin oleh seorang Amir dan memiliki sayap-sayap militer, serta terbagi dalam empat teritorial. Keempat teritorial (mantiqi) adalah Mantiqi 1 terdiri dari Malaysia dan Singapura targetnya untuk mencari dana. Matiqi 2, Sumatera dan Jawa sebagai target operasi, kemudian Matiqi 3, Kalimantan dan Sulawesi sebagai tempat latihan dan sembunyi, dan Matiqi 4 wilayah Australia dan sekitarnya.
“Keberadaan JI inilah yang menjadikan jaringan teroris semakin kuat, mulai dari kelompok lokal kemudian berkolaborasi, dan tahap selanjutnya mereka banyak yang berafiliasi ke Al Qaeda,” terang pria penyuka olahraga joging dan berenang ini.
Sekarang, ungkap Dadang, muncul ancaman terorisme baru yaitu ISIS. Menurutnya, ISIS adalah gabungan dua kelompok utama yaitu Tauhid Wal jihad di Irak yang didirikan Abu Muhammad Al Maqdisi dilanjutkan Abu Musab Al Zarqawi yang mulai mengenalkan doktrin takfiri, dan dilanjutkan muridnya, Abu Bakar Al Baghdadi yang mendeklarasikan ISIS. Kelompok kedua, tentara eks Saddam Hussein yang dibubarkan Amerika Serikat saat invasi.
Gabungan dua kekuatan itulah yang membuat ISIS lebih powerful dibandingkan dengan Al Qaeda. ISIS juga lebih berbahaya dari Al Qaeda karena mereka memiliki teritorial (network system) sehingga mereka bisa menerapkan konsep Koidah Amanah dan bisa membangun network ini sehingga kelompok yang memiliki ideologi sama menganggap ISIS tempatnya. Itulah yang membuat ribuan orang dari seluruh dunia datang dan bergabung ke Suriah dan Irak. Selain itu, mereka juga menggunakan doktrin takfiri untuk menghancurkan musuh-musuhnya. Mereka menganggap semua harus berasal dari Tuhan, yang bukan berasal Tuhan boleh dihancurkan atau dibunuh.
“Bagaimana kejadian teror Paris, Thamrin, dan bom bunuh diri di Belgia, bom Masjid Nabawi, bom Mapolresta Solo, bom Dhaka Bangladesh, dan lain-lain. Korbannya luar biasa. Inilah yang harus kita antisipasi dan waspadai. Jelas mereka biadab, sehingga sangat berbahaya bila jaringan mereka bisa masuk ke Indonesia,” tutur Dadang.
Dadang menegaskan, saat ini, propaganda paham radikal terorisme telah sangat masif ‘menyerang’ segala lini kehidupan masyarakat. Mereka menggunakan banyak cara untuk mempengaruhi dan merekrut anggotanya. Mulai dari dakwah, hubungan persaudaraan, bahkan mereka juga telah memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi melalui internet dan media sosial untuk menyebarkan ‘racun’ ideologi dan paham sesatnya.