Moderasi Islam Sangat Penting Dalam Upaya Mencegah Radikalisme dan Intoleransi

Jakarta- Moderasi atau wasathiyah Islam sangat penting dalam upaya mencegah radikalisme dan intoleran di tengah berkembangnya ekstremisme dalam memahami ajaran agama. Ha itu ditegaskan oleh Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sudarnoto Abdul Hakim saat membuka webinar internasional bertajuk ‘Konsep Islam Wasathiyah: Nilai, Prinsip, Indikator dan Penjelasannya’, Minggu (27/6/2021).

“Sikap ekstrem dalam beragama semakin mencemaskan karena mengoyak persaudaraan dan persatuan baik antarumat beragama maupun internal umat Islam,” ujarnya.

Webinar itu diikuti pakar dan ulama dari dalam dan luar negeri antara lain Pendiri Nahdlatul Ulama Afghanistan (NUA) Fazal Ghani Kakar, Syekh Aziz al-Kubaity al-Idrisi al-Hasani dari Maroko, Guru Besar Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masykuri Abdillah, dan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Sekar Ayu Aryani.

“Peristiwa pembunuhan yang terjadi di kota London, Kanada, yang menewaskan keluarga Muslim adalah contoh nyata bentuk Islamofobia yang sangat mengkhawatirkan. Kita semua mengutuk keras cara-cara ekstrem seperti itu,” kata Sudarnoto.

Ia mengungkapkan, bahwa MUI memiliki peran, tugas dan tanggung jawab yang cukup besar untuk menghadang berkembangnya ekstremisme beragama, termasuk sikap Islamofobia. Salah satu langkahnya dengan mengarusutamakan pandangan dan nilai-nilai moderasi beragama, khususnya yang terdapat di dalam ajaran Islam moderat.

Sementara itu, Fazal Ghani Kakar menuturkan, semua agama menolak logika radikalisme. Karakteristik utama moderasi tidak memihak melainkan bersikap secara adil dengan tidak ekstrem dalam bersikap.

“Afganistan perlu untuk lebih memahami tentang moderasi Islam dalam upaya menangkal radikalisme dan kami telah belajar banyak tentang moderasi dari Nahdlatul Ulama,” kata kepala Noor Educational and Capacity Development Organization (NECDO) Afghanistan itu.

Narasumber lain, Syekh Aziz al-Kubaity al-Idrisi al-Hasani menjelaskan, Indonesia dan Maroko memiliki kesamaan dalam tiga hal, yaitu kecintaan terhadap ahlul bait, mengikuti tasawuf, dan pemuliaan terhadap para wali dan orang-orang saleh. Salah satu Wali Songo, Syekh Abdul Malik Ibrahim adalah ulama maroko.

“Persamaan lain antara kedua negara adalah keberagamaan yang moderat,” tuturnya.