Yogyakarta – Moderasi harus menjadi proses pengarusutamaan dalam gerakan melawan radikalisme dan terorisme di Indonesia. Pasalnya moderasi itu memiliki landasan yang kuat di Indonesia dengan keberadaan Pancasila.
“Moderasi dan sikap moderat termaktub dalam nilai-nilai Islam dalam surat Al-Baqarah 143 dan Ali Imron 110. Idealisasi masyarakat utama itulah yang terbaik yaitu keseimbangan dalam pandangan keagamaan, kemasyarakatan, keduniawian, keakhiratan, dan berbagai sikap tindakan. Artinya secara teologis, Islam agama washatiyah atau penahan,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir, Msi, saat membuka sarasehan “Meneguhkan Moderatisme Islam: Pencegahan Radikalisme Terorisme di Kalangan Dosen dan Mahasiswa Muhammadiyah” secara daring di Yogyakarta, Kamis (19/11/2020).
Haedar menjelaskan, moderasi mempunyai pijakan kepada culture atau budaya Indonesia. Selain itu, masyarakat Indonesia secara umum di berbagai etnis dasarnya adalah moderat. Ia mengutip tulisan Esposito, bahwa pengaruh iklim tropis dimana perubahan musim hujan dan kemarau tidak ekstrem memberi corak pada watak masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai corak agama, suku, bahasa, dan lain-lain.
Selain itu, proses akulturasi bangsa Indonesia, termasuk yang irisannya dengan agama, memang berjalan secara moderat. Dulu msyarakat Indonesia dari aspek agama begitu kuat di dunia, lalu pada abad ke-13 jadi masyarakat mayoritas muslim.
“Peralihan itu berjalan damai, kultural, tidak ada proses desktruksi yang membawa konflik budaya. Ketika kita melakukan usaha moderat, ya komptibel dengan kebudayaah bangsa, pandangan keagamaan, kedua kompatibel dengan kebudayaan kita yang moderat. Juga didalamnya dengan struktur masyarakat indonesia yang moderat. Maka landasannya kokoh kalau kita mau melakukan moderasi,” papar Haedar.
Secara ideologi politik, lanjut Haedra, Indonesia mempunyai landasan kokoh pada Pancasila. Pancasila adalah kesepakatan nasional dan merupakan titik temu banyak aliran, ideologi, dan pandangan.
“Artinya negara bisa mengkonstruksi moderasi punya landasan kuat pada Pancasila,” tuturnya.
Ia mengakui, moderasi memang mungkin lambat, seperti juga demokrasi yang perlu waktu lama. Menurutnya, demokrasi sebenarnya bukan politik ideologi, tetapi punya keburukan yang sedikit dibandingkan yang lain. Tapi itu sudah menjadi pilihan bagi bangsa Indonesia yang moderat.
Sarasehan itu dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama menghadirkan narasumber Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, Direktur Deradikalisasi BNPT Prof. Dr. Irfan Idris, MA, sosiolog UGM M. Najib Azca, PhD, dan Majelis Dikti PP Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Munir Mulkan.
Sementara sesi kedua menghadirkan Wakil Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Dr. Agung Danarto, MAg, dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Dr. Chaeder Bamualim, MA, anggota MKS PP Asyiyah Dr. (Cand) Sri Roviana, MA, dan Dosen Pascasarjana UMY Dr. Mega Hidayati, MA.