Semarang — Penguatan moderasi beragama dinilai menjadi salah satu strategi penting dalam membentengi generasi muda dari pengaruh radikalisme dan ekstremisme. Pemahaman agama yang seimbang dan kontekstual diyakini mampu menempatkan nilai-nilai keimanan sebagai sumber kedamaian, bukan justru pemicu konflik sosial.
Staf Bidang Pengembangan Karier HMI Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), Muhammad Dzikri Adly, menekankan bahwa upaya pencegahan radikalisme di kalangan anak muda harus dilakukan melalui pendekatan yang bersifat edukatif dan dialogis. Menurutnya, pola komunikasi yang humanis lebih efektif dibandingkan pendekatan yang kaku atau represif.
“Anak muda perlu diajak berdiskusi secara terbuka, dilatih berpikir kritis, serta diperkenalkan pada teladan beragama yang moderat. Beragama itu tidak identik dengan sikap fanatik berlebihan yang berujung pada radikalisme,” ujar Dzikri.
Ia menjelaskan, konsep moderasi beragama dapat dipahami sebagai jalan tengah yang menjauhkan umat dari dua kutub ekstrem. Dalam konteks Islam, nilai tersebut tercermin dalam konsep wasathiyah, yang menempatkan agama sebagai rahmat dan penyejuk kehidupan sosial.
Menurut Dzikri, pendekatan moderat menjadi semakin relevan di Indonesia yang memiliki keragaman suku, agama, dan budaya. Tanpa sikap moderat, perbedaan berpotensi berubah menjadi sumber gesekan yang berujung konflik, terutama di kalangan generasi muda yang masih dalam fase pencarian identitas.
“Kalau cara beragama yang dikedepankan hanya radikal, maka yang muncul bukan persatuan, melainkan konflik. Padahal generasi muda membutuhkan pemahaman agama yang membawa ketenangan dan kedamaian,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menilai penanaman nilai anti-kekerasan dan toleransi perlu dibarengi dengan penguatan literasi keagamaan. Mahasiswa, kata dia, harus dibekali kemampuan memahami teks keagamaan secara utuh dan kontekstual agar tidak mudah terjebak pada penafsiran sempit. “Sering kali ayat dipahami secara tekstual tanpa melihat konteks dan tafsirnya. Di sinilah pentingnya literasi kritis agar agama tidak disalahgunakan sebagai pembenaran sikap intoleran,” pungkas Dzikri.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!