Bandar Lampung- Moderasi beragama diperlukan sebagai perisai guna mempertahankan kerukunan masyarakat Indonesia dengan keyakinan yang berbeda-beda. Karena itu, moderasi beragama perlu ditanamakn dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat, khususnya menjelang tahun politik 2024 mendatang.
“Moderasi beragama diharapkan bisa menjadi solusi untuk menangkal praktik-praktik intoleransi yang dimainkan pihak-pihak tertentu guna kepentingan politik,” ujar Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) Bidang Urais Kanwil Kemenag Lampung, Waldy Mahbuba saat menjadi narasumber kegiatan pembinaan paham keagamaan, di Aula Alfiya Hotel Bandar Lampung, Senin (29/5/2023) petang.
“Apalagi derasnya arus informasi saat ini, dapat dengan mudah ditunggangi oleh praktik intoleransi,” terang Waldy Mahbuba dalam paparannya saat menjadi pemateri kegiatan Pembinaan Paham Keagamaan Kanwil Kemenag Lampung, Senin petang.
Dia menuturkan, moderasi beragama dapat dilihat melalui beberapa tanda yang menunjukkan kesederhanaan dalam menjalankan keyakinan agama.
Menurutnya, seseorang dianggap moderat apabila memenuhi empat kriteria yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama.
Empat kriteria tersebut di antaranya menunjukkan sikap terbuka, menghargai perbedaan, menolak tindakan kekerasan, dan menghormati tradisi serta budaya setempat.
“Konflik itu dibagi dua yakni konflik antar umat beragama dan konflik intra umat beragama,” paparannya.
Konflik antar umat beragama ialah perseteruan antara satu pemeluk agama dan pemeluk agama lain jumlahnya 26 kasus.
Sementara konflik intra umat beragama konflik dalam satu agama (lebih banyak paham keagamaan Islam) mencapai 58 kasus.
“Jadi belahar dari kasus-kasus tersebut, moderasi beragama perlu diterapkan sebagai cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama,” tuturnya.
“Caranya bagaiman, ya mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum,” sambung dia.
Dia mengutarakan, jika ada umat beragam yang memvonis atau menghakimi ajaran keyakinan orang lain dengan sebutan kafir maka sesungguhnya orang tersebut dalam tahap fanatik dan tidak memahami esensi moderasi beragama.
Hal tersebut, kata dia, tidak sejalan dengan ajaran Rasulullah yang mengedepankan toleransi dalam beragama. Menurutnya, pada jamannya Rasulullah hidup berdampingan dengan mereka yang berkeyakinan berbeda namun tetap bisa hidup berdampingan.
“Kuncinya, selama tidak menggangu kita, memerangi kita, dan mengusir kita. Islam itu agama rahmatan lilalamin, silakan bermasyarakat dengan baik dengan yang berbeda keyakinan dengan kita,” tandasnya.