Jakarta – Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Kamaruddin Amin menegaskan bahwa moderasi beragama adalah jawaban atas masalah keagamaan yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini, terutama tentang ektrimisme kekerasan.
Konsep Islam wasathiyah (moderat) atau Islam Rahmatan lil ‘alamin yang berkembang di Indonesia, merupakan modal utama dalam menangani fenomena kekerasan atas nama agama. Hal itu disampaikan Kamaruddin dalam Dialog Nasional Keagamaan dan Kebangsaan di Bandung, Rabu (30/11).
Menurut Kamaruddin Amin kondisi keberagamaan umat Islam di Indonesia dewasa ini terbagi dalam tiga macam. Pertama, agama di Indonesia ini dijalankan dengan cara yang baik.
Walaupun ada banyak hal yang bisa dipakai sebagai ukuran bahwa di Indonesia masih terdapat hal yang kurang baik, tetapi pada umumya berkaitan dengan toleransi, ibadah, menyatunya ajaran agama dengan perilaku dan sebagainya, Indonesia lebih baik.
Kedua, agama selalu diamalkan dalam konteks sosial. Ketika masyarakatnya tidak dewasa maka agama diamalkan secara tidak dewasa pula. Sebagai contoh, jika sekarang marak orang-orang yang anti terhadap kelompok berbeda, anti kepada kelompok yang dianggap bermasalah, hal ini penyebabnya karena belum dewasanya masyarakat dalam melihat perbedaan.
Ketiga, umat Islam di Indonesia terkena semacam gejala kejiwaan rendah diri, yang dalam bahasa psikologi disebut minderwaardigheidscomplex, kata bahasa Belanda yang artinya adalah keadaan psikologis dimana seseorang merasa lebih rendah dibanding orang lain.
“Sejatinya Islam tidak mengajarkan kebencian. Kembali ke jalan Islam yang santun, yang membawa perdamaian, yang memberikan kebebasan kepada orang lain,” ujarnya.
Menurutnya, dalam Islam sudah jelas perintah Nabi Muhammad yang mengatakan seorang mukmin jangan sampai mencaci orang lain. Untuk itu, tantangan ke depan ialah meluruskan persepsi dan mempromosikan Islam rahmatan lil ‘alamin bagi masa depan bangsa dan dunia menjadi salah satu misi dan tanggungjawab muslim saat ini.