Palu – Moderasi beragama menjadi jalan tengah dalam menciptakan
kehidupan yang harmoni di Nusantara. Hal itu mengemuka dalam dialog
bertema ‘Jalan Harmoni Nusantara’ yang digelar Komite Nasional Pemuda
Indonesia (KNPI) Kota Palu bekerja sama dengan Jaringan Penggerak
Moderasi Beragama Nusantara (JPMBN) Sulteng, di Kota Palu, Jumat
(1/12/2023). Kegiatan ini dihadiri ratusan pelajar, santri, dan
mahasiswa turut dalam kegiatan itu.
“Ini sebagai sarana edukasi bagi pemuda, santri, dan pelajar. Kita
tidak boleh menganggap diri kita paling benar dari orang lain hanya
karena berbeda pemahaman dan keyakinan,” Ketua KNPI Palu, Muh Sidiq
Djatola mengatakan, Jumat (1/12/2023)
Istilah moderasi kata Sidiq muncul sebagai respons atas fenomena dua
kutub pemikiran, yaitu ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Penganut
ekstrem kanan cenderung lebih mudah mengkafir-kafirkan orang lain yang
berbeda dengannya. Sementara paham kontradiksi atau ekstrem kiri
adalah kelompok liberal.
Dengan konsep moderasi beragama, generasi muda khususnya di Palu
diharapkan tidak terjerumus pada kedua pemahaman tersebut melainkan
bersikap saling toleransi dalam mengamalkan ajaran agamanya
masing-masing.
Rais Syuriah PBNU, KH Zainal Abidin yang juga Ketua Forum Kerukunan
Umat Beragama Sulteng, menyebut konsep Wasathiyah bagi muslim bisa
menjadi landasan dalam moderasi beragama. Istilah itu merujuk pada
konsep menemukan pendekatan yang seimbang dan moderat dalam berbagai
aspek kehidupan, termasuk praktik keagamaan, keyakinan, dan interaksi
dengan sesama.
“Islam Wasathiyah itu Islam yang menjunjung tinggi toleransi,
keterbukaan, dan menghargai pendapat yang berbeda,” terang Zainal.
Ia menyatakan bahwa moderasi beragama bukan berarti pendangkalan
akidah. Moderasi beragama lebih kepada sikap dan perilaku beragama
tanpa mengubah ajaran agama itu sendiri. Sebab aspek utama dalam
praktik moderasi beragama dalam kehidupan yaitu menghargai perbedaan.
“Seandainya Tuhan mau menciptakan satu agama, maka di dunia ini hanya
satu agama saja. Tetapi ternyata Tuhan menciptakan banyak agama,” kata
Zainal mengutip Surah Yunus ayat 99.
Zainal mengakui kebanyakan orang justru menonjolkan perbedaan yang
berlebih-lebihan. Padahal semua agama lebih banyak persamaan dibanding
perbedaannya.
Konsep Islam Wasathiyah disebut Zainal penting menjadi pegangan
generasi muda di Kota Palu dan Sulawesi Tengah umumnya lantaran daerah
itu pernah dilanda konflik yang mengatasnamakan agama puluhan tahun
silam di Poso.
Acara dialog yang berlangsung lebih dari satu jam itu kemudian ditutup
dengan deklarasi Gerakan Moderasi Beragama Sulawesi Tengah. Para
peserta serentak mengucap ikrar menjaga 4 pilar kebangsaan (Pancasila,
UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika), serta menerapkan nilai-nilai
toleransi dalam berkehidupan.