Jakarta – Mantan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin terus kampanyekan moderasi beragama. Menurut dia dengan moderasi beragama bisa mencegah praktik beragama yang ekstrem. Baik itu ekstrem kanan, maupun esktrem kiri.
Pesan tersebut dia sampaikan dalam Bedah Buku Moderasi Beragama: Tanggapan Atas Masalah, Kesalahpahaman, Tuduhan, dan Tantangan yang Dihadapinya di komplek UIN Syarif Hidayatullah pada Kamis (8/12).
Dia mengatakan buku yang dia tulis di awal 2022 itu sudah masuk cetakan kedua. “Ada penambahan isu. Seperti politisasi agama,” kata politisi PPP itu.
Lukman menjelaskan moderasi beragama pada hakekatnya sebuah gagasan konseptual yang hidup dinamis di masyarakat. Untuk itu tetap perlu respon dan tanggapan. Moderasi beragama adalah respon atas beragama yang berlebihan, melampaui batas, atau esktrem.
Lukman menegaskan bahwa moderasi beragama bukan hanya untuk menjaga dan merawat umat beragama. Lebih dari itu moderasi beragama juga untuk merawat keindonesiaan. Sebab ciri utama keindonesiaan adalah keberagaman atau kemajemukan dan sangat agamis.
Dalam forum tersebut, Lukman mendapatkan pertanyaan soal batasan beragama yang ekstrem. Mantan Wakil Ketua MPR mengatakan dalam moderasi beragama tidak pernah menggunakan istilah radikal, fanatik, atau konservatif.
“Karena orang beragama harus radikal (mengakar), fanatik, dan mendasar atau fundamental,” katanya.
Lukman juga menegaskan agama yang sejatinya datang dari Tuhan, adalah sebuah kebenaran. Sementara itu praktik beragama manusia yang bisa berbeda-beda. Lukman mengatakan setiap agama memiliki nilai-nilai universal. Diantaranya adalah nilai kemanusiaan. Jadi ketika ada praktik beragama yang bertentangan dengan kemanusiaan, itu berarti masuk kategori ekstrem.
Bedah buku karya Lukman Hakim Saifuddin itu digelar oleh Balai Litbang Agama (BLA) Jakarta. Kepala BLA Jakarta Sarmidi mengatakan kegiatan itu sebagai wujud apresiasi mereka kepada Lukman Hakim Saifuddin. “Beliau layak menjadi bapak moderasi beragama,” katanya. Sebab gagasan moderasi beragama muncul saat Lukman menjadi Menteri Agama.