Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah tenggat waktu masa pengajuan kompensasi korban terorisme menjadi 10 tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.
Hal itu ditetapkan dalam putusan Nomor 103/PUU-XXI/2023 dalam perkara yang diajukan oleh Peria Ronald Pidu dan dua orang lainnya, para pemohon adalah korban terorisme yang dibuktikan oleh surat penetapan yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Mahkamah beralasan, waktu 10 tahun sejak UU Tindak Pidana Terorisme diberlakukan adalah waktu yang adil untuk para korban mengurus kompensasi dan restitusi.
“Oleh karena itu, tenggang waktu 10 tahun terhitung sejak UU 5/2018 mulai berlaku sampai dengan 22 Juni 2028 harus dimanfaatkan secara optimal oleh lembaga-lembaga yang diberi wewenang untuk memulihkan hak konstitusional korban dengan memberikan kemudahan pelayanan bagi korban,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam ruang sidang MK, Kamis (29/8/2024).
“Dengan demikian, ketentuan norma Pasal 43L ayat (4) UU 5/2018 telah ternyata tidak cukup memberikan jaminan kepastian hukum yang adil yang dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945,” sambung Enny.
Perpanjangan waktu kompensasi dan restitusi para korban terorisme ini juga mempertimbangkan dampak Covid-19 yang terjadi sejak 2019 lalu.
Hal ini berpengaruh pada proses pengajuan permohonan oleh korban tindak pidana terorisme masa lalu serta penanganannya oleh BNPT dan LPSK.
Keadaan kahar tersebut membuat penanganan korban tindak pidana terorisme masa lalu tidak dapat dilakukan sesuai ketentuan UU 5/2018 dan peraturan pelaksanaannya.
Sedangkan, untuk pokok permohonan lainnya Mahkamah tidak mengabulkan.
“Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata Enny.