Pandeglang – Generasi muda santri sudah memiliki imunitas terhadap
pemahaman-pemahaman yang ekstrim. Dengan begitu, santri-santri muda
dapat menjadi agen-agen moderasi beragama.
“Saya yakin santri muda sudah imun terhadap pemahaman-pemahaman yang
ekstrim. Akan tetapi, yang kita nanti santri-santri muda ini menjadi
kepanjangan tangan atau menjadi agen-agen kita untuk paham moderat,”
kata Ketua Prodi Kajian Terorisme SKSG Universitas Indonesia, Muhammad
Syauqillah.
Pernyataan itu diucapkan Syauqillah saat menjadi narasumber “Edukasi
Moderasi Beragama” di Pondok Pesantren Darul Iman, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten, Rabu (24/1/2024). Kegiatan ini bertujuan
untuk mencegah paham intoleran, radikal, dan terorisme bagi generasi
muda santri.
Selain Syauqillah, kegiatan ini juga menghadrikan narasumber, Pimpinan
pondok pesantren terpadu Darul Iman, Dede Ahmad Permana, Pengamat
Pesantren Najih Arromadloni, Tim Densus 88 Mabes Polri, Syam Rustandi
dan Founder Gawekuta Institut Bahroji.
Senada dengan Syauqillah, Pengamat Pesantren Gus Najih Arromadloni
mengatakan bahwa potensi paham intoleran, radikal, dan terorisme dapat
tumbuh di mana saja, termasuk di Banten. Ia menyebutkan bahwa beberapa
kali terjadi penangkapan terhadap pelaku terorisme di Banten, salah
satunya karyawan PT Krakatau Steel.
“Potensi tumbuhnya paham intoleran, radikal, dan terorisme hampir
merata di Indonesia, termasuk di Banten. Sudah beberapa kali terjadi
penangkapan salah satunya karyawan di PT Krakatau Steel,” katanya.
Ia juga mengatakan untuk mengatasi hal itu, perlu melibatkan banyak
pihak.“Harus melibatkan semua pihak,” ujarnya.
Kegiatan edukasi moderasi beragama ini diikuti oleh ratusan santri.
Dalam kegiatan ini, para santri diberikan materi tentang bahaya paham
intoleran, radikal, dan terorisme, serta cara-cara menangkalnya.
Ponpes Darul Iman Pimpinan Mendiang K.H Aminudin Ibrahim, merupakan
Pondok yang menjadi cikal bakal pergerakan dalam pembentukan Provinsi
Banten Tahun 1999 dimana Presiden BJ. Habibie datang ke Pandeglang.