Meski Kalah, Simpatisan ISIS Masih Buat Masalah di Pengungsian Kurdi

Damaskus – Walau sudah dinyatakan kalah di Suriah, ternyata para pengikut kelompok ISIS yang ditampung dalam pengungsian masih menyimpan masalah benih-benih radikal. Para anggota kelompok garis keras itu justru mengintimidasi simpatisan yang tidak ingin mencari masalah dan berharap bisa kembali ke negara asalnya.

Seperti dikutip AFP, Senin (1/4/2019), kekhawatiran itu disampaikan oleh pasukan Kurdi yang menjaga para anggota ISIS yang menyerah. Mereka menampung sekitar 9000 pengikut ISIS, termasuk dari Indonesia, di kamp pengungsian Al-Hol yang sebagian di antaranya masih yakin kelompok mereka belum kalah.

Para pengungsi ISIS garis keras ini selalu diawasi oleh pasukan Kurdi. Jika hendak ke pasar, mereka harus dikawal prajurit bersenjata lengkap.

Perselisihan juga terjadi di antara para pengikut ISIS, terutama warga asing. Sebab, tidak seluruhnya berpandangan ekstrem.

“Mental kami tidak sama. Mereka (ekstremis) hendak memaksakan visi Islam versi mereka. Mereka anggap kami kafir,” kata seorang pengikut ISIS asal Guyana, Vanessa.

Baca juga : Australia Tolak Pulangkan Tiga Anak Anggota ISIS dari Suriah

Vanessa memilih meninggalkan tanah kelahirannya sejak memeluk Islam pada 2013. Dia pergi ke Suriah bersama suami dan anaknya.

Hal itu memang terbukti. Sejumlah jurnalis yang mencoba mewawancarai para pengungsi ISIS justru diserang. Mereka tidak sudi didekati bukan oleh orang-orang dari kelompoknya.

Menurut Vanessa, beberapa perempuan pengikut ISIS dari Tunisia dan Rusia masih memeluk keyakinan Islam garis keras mereka.

“Saya takut sama orang-orang ini. Cuma sekedar bicara ke penjaga atau minta izin ke pasar bisa membuat kami kafir di mata mereka,” kata seorang perempuan simpatisan ISIS asal Belgia.

Jika hal itu terjadi, menurut Vanessa para anggota ISIS garis keras ini tidak segan melukai dan mengambil harta benda sesamanya.

Seorang pejabat Kurdi, Abdel Karm Omar, sudah meminta supaya negara-negara yang warganya menjadi pengikut ISIS segera memulangkan. Sebab mereka juga mengaku kewalahan.

“Para perempuan dan anak-anak harus dididik dan dipulangkan ke negara asal mereka. Kalau tidak, mereka bisa menjadi bakal teroris di masa depan,” kata Omar.