Semarang – Menjelang Pemilu 2024, isu persatuan dan kesatuan bangsa kembali menjadi sorotan. Di tengah maraknya propaganda perpecahan di ruang digital, penting untuk memperkuat nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Prof. Dr. Syamsul Ma’arif, M.Ag., memaparkan pandangannya tentang bagaimana menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah perbedaan. Menurutnya, keaneka
“Penguatan nilai-nilai kebersamaan, kohesi, dan musyawarah mufakat sangat penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Prof Syamsul, Senin (12/4/2024).
Prof. Syamsul juga menekankan pentingnya memahami nilai-nilai kearifan lokal yang mempertemukan dan mengharmoniskan perbedaan. Pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat sipil memiliki peran penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
“Pemerintah harus men-support upaya-upaya yang menjumpakan dan memperkuat nilai-nilai kebersamaan,” kata Prof. Syamsul.
Menurut akademisi yang juga menjabat sebagai Ketua FKPT Jawa Tengah periode 2022-2025 ini, kerukunan dan kebersamaan elemen masyarakat juga dipengaruhi oleh peran dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Para tokoh harus bisa menjadi teladan dalam menyebarkan nilai-nilai toleransi dan perdamaian melalui perspektif ajaran agamanya masing-masing. Tokoh agama dan tokoh masyarakat seringkali menjadi acuan bagi tingkatan grass root dalam berperilaku, bertutur kata, hingga dalam caranya menentukan sikap bernegara.
“Masyarakat sipil juga harus berperan aktif dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, dengan cara terlibat dalam berbagai kegiatan yang memperkuat nilai-nilai kebersamaan,” imbuhnya.
Prof. Syamsul mengajak masyarakat untuk menjadikan Pemilu 2024 sebagai momen untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Ia beranggapan bahwa Pemilu adalah pintu untuk merayakan demokrasi dan menjadi bangsa yang hebat. Bangsa Indonesia harus belajar menghargai perbedaan dalam hal memilih pemimpin yang diidealkan bersama.
Prof. Syamsul mengemukakan cara untuk menangkal narasi intoleransi dan radikalisme di ruang digital. Diantaranya adalah keinginan tinggi untuk memperkaya literasi sehingga masyarakat Indonesia menjadi cerdas dan tidak mudah terpengaruh oleh propaganda yang ingin merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain itu, masyarakat Indonesia, baik secara daring ataupun luring, perlu merayakan pesta demokrasi dengan mengedepankan persaudaraan. Dalam momentum seperti Pemilu 2024 nanti, perbedaan pilihan adalah suatu keniscayaan. Tidak hanya berbeda pilihan dengan tetangga ataupun teman, bahkan dalam satu keluarga saja bisa beda pilihan dan pandangan politiknya.
“Kita harus merayakan demokrasi dengan cara yang damai dan mengedepankan persaudaraan,” tambah Prof. Syamsul.
Prof. Syamsul mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan segala perubahan gaya hidup masyarakat dan kecanggihan teknologi di era modern, sebaiknya tidak melunturkan semangat gotong royong yang menjadi local wisdom bagi bangsa Indonesia.
“Mari kita rawat kebersamaan dengan saling peduli dan tidak individualis. Kita harus memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk menyelesaikan masalah-masalah secara bersama-sama,” ujarnya.
Prof. Syamsul menjelaskan, berdemokrasi yang sehat berarti mengerti bahwa Pemilu adalah sarana untuk bersatu, bukan bermusuhan. Beda pilihan tidak masalah, yang penting masyarakat yang memiliki hak pilih yakin dengan pilihannya masing-masing.
Keyakinan atas calon yang didukung perlu didasarkan pada alasan yang masuk akal. Yakin jika pilihannya adalah yang terbaik bagi Indonesia, namun tanpa perlu menjatuhkan pilihan dari orang lain. Prof. Syamsul pun berharap Pemilu 2024 dapat berjalan dengan damai dan menghasilkan pemimpin yang terbaik untuk bangsa Indonesia.
“Mari kita bersama-sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kita harus literat dan memilih pemimpin sesuai dengan pilihan masing-masing. Beda pilihan tidak masalah, yang penting kita punya presiden,” ujarnya dengan nada yang santai.
Mengakhiri penjelasannya, Prof. Syamsul menekankan pentingnya agar sesama anak bangsa harus saling menghormati dan menjaga stabilitas harmoni kebhinekaan Indonesia. Jika ada yang beda sedikit, biarkan saja selama tidak merusak. Perbedaan itu adalah jembatan untuk mengukir kebersamaan dan merajut Indonesia yang lebih hebat dan bermartabat,” pungkas Prof. Syamsul.