Merajut Rekonsiliasi di Bulan Suci, Ormas Keagamaan Berperan Penting

Jakarta – Bulan suci Ramadan tidak hanya menjadi momen penuh berkah bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa, tetapi juga menjadi waktu yang tepat untuk merekatkan kembali persatuan lintas agama dan masyarakat pasca pemilu 2024.

Membahas semangat rekonsiliasi pasca pemilu dan memaknai bulan Ramadan, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, Dr. KH. Ahmad Fahrur Rozi, S.Ag. M.Pd, menjelaskan bahwa para tokoh agama memegang peran penting dalam membina rekonsiliasi.

Ulama yang akrab dengan sapaan Gus Fahrur ini, menyoroti peran strategis ormas keagamaan dalam menenangkan emosi masyarakat pasca pemilu. Dengan memiliki pengikut yang loyal, ormas keagamaan memiliki potensi besar untuk membawa pesan rekonsiliasi dan moderasi kepada massa.

“Ormas (organisasi masyarakat) memiliki peran strategis dalam menyampaikan pesan rekonsiliasi, karena biasanya mereka mempunyai pengikut-pengikut yang sangat loyal. Selain itu, berbagai ormas biasanya mempunyai pimpinan yang juga menjadi patron (figur yang diteladani) di dalamnya,” terangnya pada Jumat (29/3).

Dirinya menambahkan, melalui sikap yang moderat dari para pimpinan ormas dan adanya keinginan untuk terus merajut persaudaraan sesama anak bangsa, tentunya akan sangat efektif untuk meredam emosi-emosi yang kemarin timbul karena efek dari kampanye politik.

Menurut Gus Fahrur, kondisi Indonesia akan menjadi lebih baik jika efek dari kontestasi Pemilu 2024, yang mungkin bisa membuat gesekan horizontal dan suasana yang cenderung panas bisa segera mereda.

Sebagai upaya stabilisasi kondisi sosial dan politik, sikap moderat dari pimpinan ormas, seruan, dan semangat untuk merajut persaudaraan dianggap sebagai langkah efektif untuk meredam ketegangan dan emosi negatif yang muncul selama masa kampanye dan kontestasi politik.

Namun, di tengah upaya meraih rekonsiliasi, Gus Fahrur juga menyoroti tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah adanya fanatisme di antara para tokoh dan pendukung politik yang cenderung memicu konflik.

Menurutnya, fanatisme tersebut perlu dinetralisir dengan mengingatkan bahwa pemilu hanyalah alat untuk memilih, bukan untuk memecah belah bangsa. Pentingnya kesadaran bahwa tujuan utama adalah membangun negeri ini lebih baik menjadi poin kunci dalam memperkuat rekonsiliasi.

Bulan Ramadan, yang bertepatan dengan berakhirnya Pemilu 2024, memberikan nuansa tersendiri dalam proses rekonsiliasi. Gus Fahrur menganggap Ramadan sebagai momen rahmat dan berkah bagi semua umat.

Dalam konteks ini, puasa dianggap sebagai bentuk pengendalian diri dan emosi. Ketika umat menjalankan puasa dengan penuh kesadaran, tensi kemarahan dan konflik cenderung menurun karena mereka terfokus pada ibadah dan menjaga kebersihan hati dan pikiran.

Lebih lanjut, Gus Fahrur menekankan pentingnya menjaga suasana damai selama bulan Ramadan. Dia menyoroti bahwa provokasi dan konflik tidak sejalan dengan semangat puasa yang penuh toleransi dan rekonsiliasi.

“Saya meyakini bahwa bulan Ramadan itu adalah rahmat dan berkah bagi semua. Bagi kaum muslim, menjalankan puasa Ramadan itu berarti juga harus menampilkan pengendalian diri dan emosi. Jika di bulan-bulan biasa ada kecenderungan orang untuk bertengkar, selayaknya di bulan Ramadan, tensi permusuhan dan perpecahan otomatis menurun bagi seorang muslim. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesempurnaan dari ibadah puasa itu sendiri,” paparnya.

Maka dari itu, Gus Fahrur menyayangkan jika masih ada pihak yang melakukan provokasi terkait isu apapun, yang berdampak negatif pada kerukunan masyarakat. Melalui penahanan diri dalam bicara dan perbuatan di bulan Ramadan, masyarakat diharapkan dapat menahan diri dari tindakan-tindakan yang dapat memicu ketegangan dan konflik.

Gus Fahrur mengajak semua umat untuk menjalani puasa dengan sebaik-baiknya dan menghormati bulan Ramadan. Dia menegaskan bahwa apapun hasil pemilu, itu adalah kehendak Tuhan yang harus dihormati.

Dalam suasana Ramadan yang penuh dengan doa dan introspeksi, Gus Fahrur mengajak untuk melepaskan egoisme dan fanatisme, serta mendukung pemimpin yang terpilih dengan penuh kesadaran.

Menutup penjelasannya, Gus Fahrur juga mengingatkan agar bulan suci Ramadan tahun ini menjadi momentum yang berharga bagi masyarakat Indonesia untuk merajut kembali persatuan dan menjaga kedamaian pasca pemilu.

“Saya kira kita semua harus bersyukur karena setelah dilaksanakannya Pemilu 2024, ada bulan Ramadan ini, alhamdulillah. Menurut saya, jika ada orang yang berencana menggelar demo terkait hasil pemilu, ia pasti akan berpikir dua kali. ‘Ngapain saya demo, nanti malah batal puasa saya,’” kelakar Gus Fahrur.