Bekasi – Mau menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam program rehabilitasi sosial bagi mantan narapidana teroris (napiter).
Indikator tersebut paling gampang diukur karena mencerminkan sikap mereka terhadap negara, sikap mereka terhadap aparat, dan sikap mereka terhadap paham takfiri.
Demikian penjelasan yang disampaikan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial (Dirjen Rehsos) Kementerian Sosial, Edi Suharto pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kemensos di Bekasi, Kamis (25/10).
Dikatakan Edi, tujuan dari Rakornas Kemensos adalah untuk menyinkronisasi dan memadukan program rehabilitasi sosial bagi mantan napiter.
“Rehabilitasi sosial paling utama yang dilakukan Kemensos adalah terkait pemahaman mereka para mantan napiter, termasuk anak-anak yang menjadi korban terorisme,” ujarnya.
Ia mencontohkan, terkait anak-anak korban terorisme, sikap mereka yang bisa diukur terhadap aparat misalnya, apakah benci atau tidak. Dari pendalaman yang dilakukan tim Kemensos, rata-rata rasa benci terhadap aparat tinggi.
Sikap terhadap negara yang bisa diukur, apakah mau menyanyikan lagu Indonesia Raya, Pancasila atau terkait kebangsaan lainnya.
Sedangkan sikap pada paham takfiri, yang mengkafirkan orang lain yang tidak sepaham atau tidak seagama juga bisa diukur.
“Memang tidak banyak-banyak, hanya beberapa indikator saja,” ujar Edi seraya menambahkan biasanya setelah tiga bulan sikap mereka mulai berubah.
Menurut Edi, proses rehabilitasi eks napiter tidak selalu dilakukan berbasis lembaga, namun ada tahapan-tahapan mulai dari sosialisasi, pengembalian ke ideologi ujungnya pada pemberdayaan ekonomi.
“Kita buat pendekatan psikososial, perubahan perilaku. Ada juga yang menolak ada yang mengharamkan uang dan lain-lain. Tidak mudah memang,” kata Direktur Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang Kemensos Sonny W Manalu.
Untuk anak-anak diberikan terapi bermain karena tidak bisa dilakukan dengan pendekatan keamanan. Terapi bermain diberikan sesuai tahapan usia anak.
Saat ini Kementerian Sosial telah merehabilitasi 80 dari 550 eks napiter dan mereka sudah mulai mandiri. Dalam program pemberdayaan ekonomi, mereka diberikan modal usaha sebesar Rp5 juta per orang dan akan mendapatkan program-program komplementer lainnya.