Jakarta – Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan gaya kepemimpinan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, dalam menangani terorisme patut ditiru. Terbukti upaya-upaya soft power approach yang dilakukan mampu menaklukkan ratusan hati para mantan teroris.
” Saya kira, apa yang dicontohkan Pak Suhardi patut ditiru, bagaimana memimpin dan melakukan pendekatan dengan hati. Pendekatan persuasif memang lebih baik,” ujar Menristekdikti saat peluncuran buku Suhardi Alius berjudul “Catatan Suhardi Alius: Memimpin Dengan Hati: Pengalaman sebagai Kepala BNPT” di Auditorium Lemhanas, Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Menristekdikti menambahkan Kemenristekdikti dan BNPT bekerja sama dalam menanggulangi radikalisme di lingkungan kampus. Pada 2017, Kemenristekdikti dan BNPT telah melakukan deradikalisasi di lingkungan kampus dengan melakukan wawasan kebangsaan.
Menristekdikti menyatakan bahwa salah satu faktor tumbuhnya terorisme didorong oleh kesenjangan ekonomi dan akses pendidikan yang tidak merata. Kemenristekdikti akan mendorong pemuda yang berada dalam situasi rentan terorisme mendapatkan beasiswa, putra-putri korban aksi terorisme juga akan mendapatkan beasiswa dari Kemenristekdikti.
“Ini dimulai dari Semarang pada 2017 lalu untuk Indonesia. Kemudian kegiatan ini berlanjut di seluruh kampus yang ada di Indonesia,” ungkap Nasir.
Menurut dia, sebagian generasi muda sebelum masuk ke kampus sudah terpapar radikalisasi. Hal itu dikarenakan informasi dapat diraih dengan cepat melalui gawai.
Baca juga : “Memimpin Dengan Hati” Dari Suhardi Alius Untuk Generasi Masa Depan Indonesia
Kepala BNPT Suhardi Alius merilis empat bukunya yang merupakan kumpulan pengalamannya selama menjabat di sejumlah institusi. Buku pertama yakni Catatan Suhardi Alius: Memimpin Dengan Hati yang berisi pengalamannya sbeagai Kepala BNPT.
Dalam buku itu, Suhardi menceritakan upayanya dalam mengatasi terorisme yang tak hanya menggunakan pendekatan hukum tapi juga melibatkan bahasa hati yang membuahkan kearifan. Keberhasilan dapat dilihat dalam penerapan pendekatan kekuatan yang lembut di Pondok Pesantren Al-Hidayah, Deli Serdang, Sumatra Utara, yang diasuh mantan teroris, Khairul Ghazali, dan Yayasan Lingkar Perdamaian di Lamongan, Jawa Timur.
Buku kedua yakni Pemahaman Membawa Bencana: Bunga Rampai Penanggulangan Terorisme. Buku ini membahas tentang dilema kepulangan Foreign Terrorist Fighters (FTF) yang dimulai dari runtuhnya pusat kota ISIS di Mosul dan Raqqa. FTF kemudian kembali ke negaranya masing-masing dan berpotensi melakukan tindakan teror, termasuk Indonesia.
Buku ketiga yakni Menjalin Sinergi: 14 Bulan sebagai Kabareskrim Polri. Dalam buku ini, Suhardi Alius menceritakan pengalamannya selama menjabat sebagai Kabareskrim Polri. Sebagai Kabareskim, ia membuat beberapa kebijakan dan langkah strategis yang bersifat fundamental dengan tujuan untuk menyempurnakan sistem yang telah terbangun di Bareskrim Polri.
Buku keempat yakni Resonansi kebangsaan: Membangkitkan Nasionalisme dan Keteladanan. Melalui buku ini, Suhardi Alius mencurahkan pemikiran dan kegelisahannya akan realitas dan peristwa yang terjadi dan menggetarkan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia saat ini.
Termasuk, soal derasnya arus globalisasi mengikis nasionalisme dan nilai budaya bangsa serta krisis ketelandanan dalam etika politik yang menjadi sorotan publik mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang permisif, tidak punya rasa malu, dan berangsur-angsur kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang bermartabat.
Dalam buku ini, Suhardi menguraikan potensi ancaman terhadap ketahanan nasional baik dari aspek ideologi, politik, sosial budaya, ekonomi, pertahanan, maupun keamanan erta memberikan gagasannya untuk mewujudkan bangsa dan negara yang kokoh.