Jakarta – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo menyebut ada 17 calon pejabat eselon I diduga terpapar paham radikal. Selain paham radikal, Tjahjo juga menyebut ada calon eselon I mencurahkan isi hatinya saat sempat kebingungan ketika akan merekrut pejabat eselon I di lembaga negara.
Kegalauan itu, kata Tjahjo, karena dia mengetahui fakta adanya keberadaan pejabat di lingkungan pemerintahan yang diduga terpapar pemikiran radikal.
“Saya enggak sebut nama ya, tapi ada 17 calon eselon I nggak ada yang lolos. Kalau nggak masalah gratifikasi, pikirannya sudah menyangkut radikalisme, terorisme,” kata Tjahjo di Kompleks KemenPAN-RB, Jakarta Selatan, Rabu (4/3).
Karena kendala-kendala tersebut, sementara tuntutan memenuhi struktur organisasi lembaga pemerintahan harus dilakukan pihaknya, Tjahjo pun ‘berakrobat’. Bahkan Tjahjo merelakan deputi di kementeriannya untuk pindah memegang jabatan di tempat lain.
Salah satunya, Muhammad Yusuf Ateh yang telah dilantik jadi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 5 Februari lalu. Yusuf sebelumnya merupakan Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparat, dan Pengawasan KemenPAN-RB
Tjahjo mengatakan selain perkara gratifikasi, radikalisme dan terorisme, narkoba juga masih jadi persoalan pada ASN.
Tjahjo mengungkap setidaknya hampir setiap bulan ia harus rapat dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) guna mendiskusikan nasib ASN yang punya kasus lain.
Perkara kompetensi pendidikan juga baru-baru ini jadi masalah baru. Tjahjo mendapati setidaknya 3 persen ASN di kementerian/lembaga hanya lulusan SD. Ini ditemukan ketika dia tengah menyisir data ASN untuk dipindahkan ke Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia yang baru.
“PNS/ASN di kementerian/lembaga itu masih ada tiga persen yang lulusan SD. Apakah ini akan dibawa semua yang lulusan SD ke IKN. Dilihat (dulu) kompetensinya. Lulusan SD itu paham kah dia IT? Kalau tidak mungkin dia sebagai tenaga apa?” tuturnya.
Lebih lanjut Tjahjo menyarankan agar nanti di IKN, dibentuk fasilitas keamanan setingkat Kodam dan Polda.
Langkah ini selain untuk menjaga keamanan area pemerintahan, juga untuk menyelesaikan perkara jabatan aparat berwajib.
Dia pun memberi salah satu solusi mengenai jabatan yang bisa diisi aparat keamanan berpangkat. Contohnya, kekosongan bintang dua, bintang satu dan kombes Polri bisa diisi aparat yang belum ada jabatan
“Kombes dan perwira tinggi [Polri] banyak yang belum punya jabatan. Baik yang sudah sekolah, maupun belum sekolah. Yang belum sekolah apa lagi. Ini yang sedang kita persiapkan,” kata dia.