New York – Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia, Retno Lestari Priansari (LP) Marsudi mengatakan bahwa terorisme sudah mengancam keamanan dan perdamaian global. Namun, Indonesia memiliki program deradikalisasi yang ditujukan untuk mengatasi terorisme dengan melakukan pendekatan secara soft atau lembut.
Hal itu dikatakan Retno LP Marsudi di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat menghadiri pertemuan tingkat menteri Global Counter Terorrism Forum (GCTF) di New York, Amerika Serikat (AS). Selain itu, Indonesia bersama Australia menjadi ketua bersama dalam working group Detention and Re-integration. Seluruh kegiatan tersebut sudah rampung dilaksanakan.
“Kita (Indonesia-red) sudah menjalankan beberapa kegiatan termasuk tiga pertemuan yang sifatnya plenary, lima working group dan juga melakukan pelatihan. Saat ini Indonesia akan menjadi co-chair (ketua bersama) untuk Countering Violent Extremism working group,” kata Menlu Retno di New York, AS, Rabu (20/9/2017) waktu setempat atau Kamis (21/9/2-17) waktu Indonesia.
Dalam pernyataan di pertemuan itu, Menlu Retno menyampaikan beberapa hal, termasuk memberikan contoh bagaimana proses deradikalisasi dilakukan di Indonesia. “Saat ini Indonesia akan menjadi co-chair (ketua bersama) untuk Countering Violent Extremism working group. Dalam pernyataan di pertemuan itu, saya menyampaikan beberapa hal. Pertama saya memberikan contoh bagaimana proses deradikalisasi dilakukan di Indonesia,” jelasnya.
Contoh yang dipaparkannya adalah, apa yang terjadi di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa Timur yang merupakan tempat kelahiran Amrozi yang merupakan otak Bom Bali 2002 dan dihukum mati pada November 2008 lalu. Di desa itu, saudara paling muda dari Amrozi mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian/Circle of Peace foundation.
“Yayasan Lingkar Perdamaian itu merangkul para mantan tahanan teroris dan menjadikan mantan tahanan ini sebagai agen perubahan melawan terorisme. Dari pengakuan mereka bisa jadi counter narasi upaya kita memerangi terorisme. Kami juga menjelaskan pentingnya memadukan pendekatan keras dan soft. Kalau memakai hard power saja maka hasilnya tidak akan optimal dan Indonesia sangat dikenal oleh dunia dalam kombinasi pendekatan hard power dan soft power ini,” jelasnya.
Peristiwa di wilayah Marawi di Filipina juga menjadi contoh pendekatan penyelesaian masalah terorisme yang dilakukan Indonesia. Menlu Retno memaparkan bagaimana kepemimpinan Indonesia dalam coba membantu mengatasi apa yang terjadi di Marawi. Antara lain dengan menyelenggarakan pertemuan kerja sama trilateral antara Indonesia, Malaysia dan Filipina.
Kerja sama dengan Australia dalam wadah Sub Regional Cooperation to Counter Foreign Terrorist Fighter and Cross Border Terrorism bersama Australia. Dalam pertemuan ini Menlu Australia Julie Bishop menyampaikan ancaman terorisme di tingkat regional seperti di Marawi.