Jakarta – Penanganan terorisme di indonesia telah berjalan sekian lama, namun terorisme belum juga dapat diatasi secara maksimal, bahkan hingga kini ia masih menjadi momok menakutkan yang dapat terjadi di waktu-waktu yang tidak terduga. Demikian disampaikan oleh Menkumham Yasonna H Laoly saat didapuk menjadi keynote speaker dalam Rapat Koordinasi Program Deradikalisasi yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hari ini, Kamis (18/02/16) di Jakarta.
Lebih lanjut Yasonna menyatakan penanganan terorisme di Indonesia masih terhambat oleh dua hal, yakni Kurangnya strategi untuk menjawab kompleksitas permasalahan dasar masyarakat serta lemahnya koordinasi antar lembaga. “Karenanya dibutuhkan sinergitas antara lembaga agar penanganannya dapat lebih maksimal,” ungkapnya.
Yasonna mengakui bahwa terorisme memang bukan masalah ringan, paham kekerasan ini bahkan telah menjadi permasalahan global di mana ia selalu menjadi ancaman di manapun ia berada.
“Berbeda dengan kasus pidana lainnya, terorisme sering terjadi karena kesalahan pemahaman terhadap agama, karenanya penanganan untuk masalah ini (terorisme) memerlukan pendekatan yang berbeda,” katanya.
Dalam konteks itulah Menkunham menekankan pentingnya program deradikalisasi, karena melalui program ini terorisme diatasi melalui pendekatan yang holistik. “Pembinaan terhadap teroris penting dilakukan untuk menjaga stabilitas di masa mendatang,” lanjutnya.
Deradikaliasi dipandangnya sebagai metode yang tepat untuk mengatasi terorisme, karena dalam metode ini para teroris yang telah tertangkap dibina untuk kembali ke jalan yang benar. “Mereka (teroris) memiliki pandangan atau ideologi yang begitu mengakar, dan mengubah ideologi ini bukan hal yang mudah,”.
Meski demikian ia mengaku terorisme dapat diatasi dengan baik, terlebih karena pola penanganan terhadap terorisme telah bergeser dari pembalasan menuju pembinaan, dimana pemerintah melakukan program reedukasi, rehabilitasi, dan resosialisasi di bawah payung program besar bernama deradikalisasi.