Luhut Panjaitan, Menkopolhukam Indonesia (VOA/Ariadne Budianto)

Menkopolhukam: Siap Atasi Radikalisasi Tanpa Kekerasan

Beberapa waktu lalu Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) mensinyalir lebih dari 500 warga Indonesia diduga telah ikut bergabung menjadi anggota kelompok militan “Negara Islam” atau ISIS di Irak dan Suriah. Jumlah ini dikhawatirkan semakin besar mengingatnya gencarnya sosialisasi yang dilakukan ISIS, meski informasi yang disampaikan dalam sosialisasi itu tidak sepenuhnya benar.

Pemerintah Indonesia, menurut Menkopolhukam Luhut Panjaitan, berupaya keras meredam ketertarikan warga untuk bergabung dalam ISIS, dengan menggiatkan pembangunan di daerah-daerah yang diduga menjadi tempat rekrutmen, sambil sekaligus memberi informasi yang benar tentang apa sesungguhnya ISIS dan bagaimana mereka menyalahartikan Islam demi mencapai tujuan. Untuk itu pemerintah melibatkan para pemuka agama dan masyarakat. Luhut Panjaitan menjelaskan hal ini dalam diskusi di VOA Washington DC Kamis pagi.

Luhut menjelaskan, “Ada program yang sekarang sedang kita susun dan sudah mulai berjalan untuk menangani hal ini, yaitu dengan memberi penjelasan apa itu ISIS dan apa Islam itu sebenarnya sehingga semakin mengurangi minat orang untuk ke sana. Itu yang pertama. Kedua, apa yang bisa kita lakukan terhadap orang-orang yang sudah berada di sana. Terus terang kita monitor dengan baik sehingga bisa mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengantisipasinya dan kini semuanya sudah berjalan.”

Luhut menambahkan, “Hal itu memang tidak mudah, apalagi sekarang ini ada sosial-media yang bisa digunakan sebagai “tools” dengan mudah untuk membujuk orang tentang apapun. Karena itu kita perkuat dengan program deradikalisasi, kita ajak para kiai dan imam yang menjelaskan bahwa Islam itu penuh damai, bukan diwujudkan dengan kekerasan seperti yang disampaikan sebagian anak-anak muda di Suriah itu. Memang jika ingin disterilisasi 100% tentu tidak mungkin, tapi kita memperoleh cukup banyak kemajuan.”

Perlu pendekatan komprehensif untuk atasi kekerasan

Pekan lalu Menkopolhukam Luhut Panjaitan memanggil Kapolri Jendral Badrodin Haiti, Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo, Densus 88 Anti-Teror dan beberapa unsur lain untuk membahas maraknya radikalisasi di tanah air. Termasuk rencana bebasnya sejumlah narapidana yang sebelumnya terlibat gerakan Jemaah Islamiah dan masa tahanannya akan segera habis. Luhut Panjaitan mengatakan hal-hal ini yang semakin menguatkan tekadnya untuk menyatukan langkah mengatasi radikalisasi. Tetapi ia menegaskan untuk tidak pernah menggunakan pendekatan kekerasan.

“Ini harus terpadu karena jangan sampai fragmented. Ini harus disatupadukan. Ini yang saya lakukan begitu saya jadi Menkopolkam. Saya ajak semua unsur TNI, Polri, Densus, Kejaksaan sampai para alim ulama di Nadhlatul Ulama dan Muhammadiyah sehingga ketika suatu program direalisasikan, bisa dilakukan secara terpadu dan hasilnya maksimal. Kita tidak ingin menggunakan pendekatan kekerasan. Karena pendekatan kekerasan tidak pernah membuahkan hasil, lihat Afghanistan, Irak dan lainnya. Berapa trilyun dolar sudah dikucurkan, tetap tidak membuahkan hasil. Banyak pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk meminimalisir atau menyelesaikan masalah itu. Karena itu kita harus membangun kerjasama dengan negara-negara lain, dengan negara-negara di Asia, di Timur Tengah atau dengan Amerika. Ini harus dilakukan secara terpadu,” ujarnya.

Meski Guantanamo akan ditutup, Indonesia belum perjelas nasib Hambali

Dalam kesempatan wawancara ini, VOA juga menanyakan kesiapan Indonesia untuk menampung narapidana dari penjara Guantanamo, Kuba yang ditargetkan akan ditutup sebelum masa jabatan Presiden Obama berakhir tahun depan. Salah seorang dari 116 narapidana yang masih ditahan di Guantanamo itu adalah Hambali. Luhut Panjaitan mengatakan masih akan mengevaluasi apa yang harus dilakukan terhadap Hambali.

“Saya kira untuk sementara biar Amerika yang mengurus dulu. Dulu Amerika yang meminta Hambali, sekarang biar Amerika yang mengurusnya dulu. Kita lihat nanti karena saya kira tidak berhenti disitu saja, masih ada waktu untuk mengevaluasi apa yang harus kita lakukan terhadap Hambali.”

Luhut Panjaitan berada di Amerika untuk mempersiapkan kedatangan Presiden Joko Widodo akhir Oktober mendatang. Selain mengadakan pertemuan dengan pejabat-pejabat Departemen Luar Negeri dan Gedung Putih, Luhut Panjaitan juga menyempatkan diri berdiskusi dengan sejumlah kelompok masyarakat.

Sumber : voaindonesia.com