Menko Polhukam: Tak Semua Penanganan Terorisme Bisa Dilakukan Polisi

Jakarta – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebutkan beberapa alasan TNI dilibatkan dalam penanganan terorisme. Selain amanat Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU, pelibatan TNI karena keterbatasan Polri.

“Faktanya tidak bisa semua (penanganan tindak pidana teroris) dilakukan polisi,” kata Mahfud dalam konferensi pers virtual, Sabtu (8/82020).

Mahfud mencontohkan keterbatasan Polri menindak teroris di operasi tinombala pada 2016. Dalam menangani kelompok Santoso di Poso, Sulawesi Tengah, polisi tak bisa sendirian.

“Ada kondisi tertentu hanya bisa dilakukan TNI,” ungkap dia.

Selain itu, Polri memiliki keterbatasan menangani teroris di luar wilayah yuridisnya. Hal ini meliputi aksi teror di zona ekonomi eksklusif (ZEE), kantor kedutaan, dan wilayah vital lainnya.

“Seperti terhadap presiden dan wakil presiden,” sebut dia.

Dia menyebutkan berbagai alasan tersebut sudah disampaikan kepada seluruh pihak, termasuk kelompok yang kontra. Pembahasan tidak dilakukan secara sepihak.

“Kalau ada kesepakatan bulat pasti ada setuju dan tidak, tetapi harus disepakati karena hukum tergantung keputusan politik, kompromi,” kata dia.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyebutkan pemerintah sudah merumuskan pelibatan TNI. Tentara turun tangan disesuaikan eskalasi teror. Ketentuan pelibatan TNI akan diatur dalam peraturan presiden (perpres). Aturan itu akan dikonsultasikan bersama DPR.