Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan tiga isu penting yang membutuhkan perhatian bersama pada Pertemuan Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN (APSC) ke-23, Senin (2/8/2021). Tiga isu tersebut antara lain, pandemi Covid-19, terorisme, serta kerjasama hukum ASEAN.
“Izinkan saya dalam kesempatan ini untuk mengangkat 3 isu yang membutuhkan perhatian kita bersama,” ujar Mahfud MD dalam pertemuan yang digelar secara virtual.
Terkait Covid-19, Mahfud mengatakan, sejak merebak pertama kali di Tahun 2020 virus itu terus bermutasi dan menjadi lebih menular. Di Indonesia sendiri, jumlah kasus semakin meningkat, sehingga menyebabkan fasilitas kesehatan kewalahan.
Menurutnya, kolaborasi ASEAN yang lebih kuat dalam hal pengembangan dan penyediaan vaksin serta obat sangat diperlukan. Mahfud turut mendorong kerjasama erat melalui koordinasi lintas pilar dalam implementasi ACRF.
“Dalam kaitan ini, Dewan Masyarakat Pilar Polkam (APSC) harus mendukung peran ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) di ACRF untuk mengutamakan hak asasi manusia dalam proses pemulihan pasca pandemi menuju kawasan yang tangguh,” katanya.
Isu kedua yang disampaikan Menko Polhukam adalah terorisme. Mahfud menyampaikan bahwa terdapat pergeseran metode rekrutmen teroris, dari metode konvensional pendekatan sel menjadi perekrutan daring. Menurutnya, hal ini mengkhawatirkan, mengingat semakin banyak orang yang terkoneksi dengan dunia maya selama pandemi.
Karena itu, mereka rawan pada propaganda dan narasi teroris, utamanya mereka yang menggabungkan dan mengeksploitasi isu Covid-19 untuk tujuan terorisme.
“Kita harus memperkuat upaya dalam mencegah dan kontra terorisme dengan melakukan investigasi penggunaan internet untuk tujuan terorisme termasuk pendanaan terorisme, mendorong pemberdayaan perempuan dan pengarusutamaan gender dan mengaplikasikan perspektif gender untuk melawan terorisme, dan melibatkan pemuda dalam pencegahan terorisme dan upaya penggulangannya,” tutur Mahfud.
Indonesia pada awal tahun ini, jelas Mahfud, telah mengesahkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme 2020-2024. RAN tersebut menggunakan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah dan masyarakat guna mencegah proses radikalisasi yang mentarget kelompok rentan seperti perempuan dan pemuda.
“Di tingkat ASEAN, saya mendorong peran aktif dari berbagai badan seltoral ASEAN untuk terus mengimplementasikan Bali Work Plan 2019-2025. Work plan merefleksikan komitmen kita untuk menyinergikan kolaborasi lintas pilar dan lintas sektoral untuk menanggulangi meningkatnya radikalisasi dan mencegah ekstremisme yang mengarah pada kekerasan,” tuturnya.
Ihwal kerjasama hukum ASEAN, Mahfud mengatakan, Indonesia Kembali menekankan visi para pemimpin ASEAN di tahun 1976 pada Bali Concord I untuk membentuk mekanisme ekstradisi. Untuk itu, Indonesia mendorong seluruh negara anggota ASEAN untuk mendukung proses diskusi ASEAN Seniors Law Officials Meeting Working Group on ASEAN Extradition Treaty yang tengah berlangsung.
“Kami berharap negara anggota ASEAN dapat mengambil pendekatan yang fleksibel pada negosiasi dalam semangat kerjasama ASEAN. Ini merupakan tujuan bersama kita dalam mencegah Kawasan kita menjadi tempat berlindung kriminal dan mencegah impunitas mereka,” paparnya.
Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam juga menyampaikan apresiasi kepada pemerintah Brunei Darussalam atas kepemimpinannya yang baik sebagai Ketua ASEAN di tengah upaya melawan pandemi Covid-19. Mahfud menegaskan, Indonesia sangat senang dengan implementasi Cetak Biru Pilar Polkam ASEAN yang sudah sesuai jalur.
“Saya mendorong badan sectoral di bawah Pilar Politik dan Keamanan ASEAN untuk menyelesaikan implementasi 10 langkah aksi yang tersisa tepat waktu. Indonesia juga mendukung Cetak Biru Pilar Polkam yang adaptif dan relevan dengan isu-isu yang baru,” pungkasnya.