Di awal bulan November keramaian di dunia maya semakin meningkat, semua lapisan masyarakat turut mengomentari dugaan penistaan agama. Ada yang pro dan ada yang kontra. Mereka yang merasa bahwa tidak ada yang melakukan penistaan agama berusaha melakukan pembelaan dengan rasionalisasi dari segi pemahaman tentang relasi antara agama dan negara. Di lain pihak masyarakat yang kontra, marah dan merasa telah terlecehkan sebagai pemeluk agama dengan terus mengumandangkan tuntutannya.
Jika ditelisik lebih jauh dengan tidak mengedepankan subyektifitas perseorangan atau kelompok semua dapat terselesaikan dengan hukum yang berlaku.
Kasus dugaan penistaan agama menjadi liar dan sangat rentan dipermainkan oleh berbagai kepentingan termasuk oleh kelompok radikal yang sejak lama mendukung konsep Khilafah untuk diterapkan di Indonesia. Dugaan penistaan agama oleh kelompok radikal dijadikan pintu dalam memasukkan benih-benih paham radikal kepada masyarakat yang telah terlanjur terprovokasi oleh berbagai statemen yang selalu menjadikan agama sebagai bahan propagandanya. Tuntutan sebagian masyarakat untuk memproses kasus tersebut ke ranah hukum adalah hal yang wajar dan beberapa kelompok masyarakat melakukan demo untuk menyampaikan aspirasinya juga tidak dilarang selama masih berada dalam koridor tidak melanggar hukum. Namun demikian penyampaian aspirasi yang dilakukan dengan cara berdemo sangat rentan disusupi oleh kelompok radikal, indikasi penyusupan oleh kelompok radikal telah tercium dengan jelas melalui berbagai narasi provokatif yang berseliweran di dunia maya.
Negara Indonesia yang menganut sistem Demokrasi dengan ideologi Pancasila tentu sangat menjunjung hak kebebasan menyuarakan pendapat oleh setiap warg Negara. Namun, dengan kebebasan yang diberikan tidak serta merta membuat setiap orang atau kelompok dapat berbuat semaunya, terlebih jika hal tersebut dapat mengganggu stabilitas keamanan dan keutuhan dalam berbangsa dan bernegara.
Sudah barang tentu hal tersebut akan menjadi musuh bersama bagi segenap warga Negara yang cinta tanah air. Tidak dapat dipungkiri bahwa di Indonesia yang telah aman, tentram dan damai masih terdapat ancaman dari kelompok-kelompok yang ingin memecah belah kesatuan dan persatuan anak bangsa.
Kelompok yang merongrong kedaulatan Negara tersebut ingin mengubah ideologi serta sistem pemerintahan menjadi sistem khilafah yang mereka anggap sebagai sebuah kewajiban bagi setiap muslim untuk memperjuangkanya. Dalam pemahaman kelompok radikal, demi mencapai yang diinginkan berbagai macam cara mereka tempuh, bahkan cara–cara kekerasan sebagai jalan untuk menjadi Syuhada. Pemahaman yang sangat dangkal tersebut mereka sebarkan secara massif melalui pengajian-pengajian antar kelompoknya dan tentu saja disebarkan melalui dunia maya.
Kasus dugaan penistaan agama dijadikan momentum dan ruang terbuka bagi kelompok radikal untuk terus menebarkan hasutan dan kebencian kepada pemerintah. Kasus ini telah secara massif digunakan oleh kelompok radikal sebagai alat propaganda di dunia maya. Hal ini sudah barang tentu akan menjadi ancaman yang cukup serius bagi keutuhan persatuan bangsa Indonesia. Maka dengan demikian menjadi tugas dari semua elemen bangsa, pemerintah, ulama dan kelompok terpelajar dari semua disiplin keilmuan untuk bahu membahu guna menjaga agar keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak mudah terprovokasi dan terpecah belah oleh segelintir oknum yang tidak bertanggungjawab dan tugas kita bersama untuk selalu cerdas dalam menggunakan dunia maya.