Sebagai sebuah virus yang begitu membahayakan, terorisme menjadi ancaman yang nyata bagi masyarakat. Terutama dengan keterlibatan pemuda dalam aksi terorisme, menjadikan paham kekerasan ini semakin menemukan dentumannya. Dikatakan oleh Prof. Dr. Paulina Pannen bahwa keterlibatan pemuda dalam aksi-aksi terorisme salah satunya dilatari oleh keadaan kehilangan. Baik kehilangan kasih sayang maupun kehilangan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri.
“mereka yang merasa kehilangan itu lantas beralih ke isme (terorisme) tadi karena merasa peralihannya itu bisa memberikan ganti pada kekosongan yang hilang dalam dirinya,” ungkapnya siang tadi di kantor deputi 1 BNPT.
Meski demikian, bukan lantas berarti terorisme tidak dapat diatasi, Staff ahli Kemenristek-Dikti itu menyodorkan pentingnya pendidikan karakter untuk membendung laju terorisme, khususnya di kalangan pemuda. Pendidikan karakter yang dimaksud adalah pendidikan yang bersifat menyeluruh, tidak boleh sepotong-sepotong. “Pendidikan karakter juga tidak bisa hanya dibebankan ke sekolah-sekolah formal saja. Masyarakat dan keluarga harus turut mengambil peran,” imbuhnya.
Ketika disinggung perihal sulitnya menyadarkan orang-orang yang telah terpapar radikalisme, Prof Pulina yakin bahwa pasti ada cara untuk merangkul dan mengajak mereka yang telah radikal kembali ke jalan yang benar. “Sekeras-kerasnya hati manusia itu yang bikin kan manusia sendiri, kalau mereka dulu bisa dibelokkan menjadi radikal, berarti pasti ada cara untuk mengembalikan mereka menjadi tidak radikal,” ungkapnya.
Kelompok anak muda memang mulai menjadi target utama kelompok teroris untuk direkrut. Kaum muda yang kebanyakan masih sibuk menemukan arti diri dijejali dengan ajaran-ajaran radikal. Menanggapi hal ini, staf ahli bidang akademik ini mengatakan bahwa pemuda, khusunya mahasiswa harus dibuat sibuk di kampus. “kampus harus bisa menjadi rumah kedua,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya fungsi dosen pembimbing, terutama karena beberapa gerakan radikal masuk ke kampus melalui kelompok-kelompok halaqah. Pihak kampus harus mengawasi dan memastikan bahwa seluruh kegiatan mahasiswa di kampus harus disertai dengan dosen pembimbing.
Ia juga menyadari bahwa setiap orang, terutama pemuda, selalu ingin bisa mengaktualisasikan diri, namun ia mengingatkan bahwa aktualisasi diri berbeda dengan sombong. Menganggap orang lain pasti salah, sementara kebenaran hanya ada pada dirinya atau kelompoknya saja merupakan bagian dari aktualisasi diri yang salah. “Berusaha untuk selalu bisa memberi kepada orang lain, bukan hanya dalam bentuk uang, tetapi juga jasa dan kebaikan, adalah aktualisasi diri yang paling aktual,” tutupnya.