Menjadi Pancasilais Berarti Menjadi Muslim Yang Baik

Jakarta – Tidak ada pertentangan antara semangat kebangsaan dan keagamaan. Bahkan, ideologi negara bangsa Indonesia yakni Pancasila sejatinya merupakan cerminan dan wujud dari praktek keagamaan Islam yang rahmatan lil alamin. Karena itulah, mempraktekkan nilai-nilai Pancasila sesungguhnya sama juga dengan memanifestasikan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.

Direktur Nasional Gusdurian Network Indonesia (GNI) Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid atau Alissa Wahid mengatakan bahwa seorang muslim atau orang yang beragama di Indonesia atau Warga Negara Indonesia seharusnya justru akan mengamalkan Pancasila dengan baik. Karena untuk menjadi seorang Pancasilais maka dia perlu menjadi seorang muslim atau orang beragama yang baik.

”Ketika kita beragama, kita merawat tanah air kita. Dan ketika kita merawat tanah air kita, dalam hal ini menggunakan Pancasila sebagai pedoman, maka cara kita merawat dengan baik adalah dengan menjadi muslim yang baik. Bernegara itu artinya kita beragama, demikian pula sebaliknya, dengan beragama artinya kita juga bernegara,” ujar Alissa Wahid di Jakarta, Rabu (2/6/2021).

Lebih lanjut, Alissa menyebut jika ada pihak-pihak yang menyebut bahwa Pancasila tidak sesuai ajaran agama itu adalah hal yang aneh. Ia menjelaskan bahwa di dalam Al-Quran dinyatakan dengan jelas bahwa manusia itu diciptakan bersuku-suku, berbangsa-bangsa sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Hujurat.

”Artinya bangsa itu diakui di dalam firman tuhan. Tuhan sendiri menyebutkan berbangsa-bangsa karena kita diciptakan berbeda satu sama lain. Nah setiap bangsa itu pasti memiliki aturan dan tata kelolanya masing-masing, nah hari ini kita menyebut menyebutnya sebagai negaram” tutur putri sulung dari Presiden RI ke-4 alm KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.

Alissa menyampaikan bahwa cara mengelola bangsa ini adalah dengan bentuk negara. Ketika membentuk negara pun kemudian juga menggunakan inspirasi dari nilai-nilai agama. Sebagai cara mewujudkan rahmatan lil alamin, rahmat bagi semesta dengan merawat negara yang ada ini.

”Jadi aneh sekali kalau ada orang kemudian mengatakan bahwa Pancasila tidak ada dalilnya. Padahal kalau dilihat dari kata-kata di dalam Pancasila itu sudah jelas dalil-dalilnya banyak. menjadi manusia yang adil, menjadi manusia yang beradab itu ada (dalilnya). Itu ajaran al quran dan ada di sila kedua pancasila,” jelas Sekjen Gerakan Suluh Kebangsaan ini.

Alissa sendiri kemudian mempertanyakan mana yang dikatakan tidak ada dalilnya tersebut. Apakah nama dari Pancasila itu sendiri. Padahal menurut Alissa, hal itu sebenarnya hanya pada namanya saja, karena yang paling penting itu yaitu nilai-nilai yang ada di dalam Pancasila itu sendiri.

”Kalau ada kelompok-kelompok yang mengatakan bahwa Pancasila itu tidak ada dalilnya, saya mempertanyakan pemahamannya atas prinsip-prinsip Islam. Justru saya lebih percaya kepada KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan yang mengajarkan bahwa kebangsaan dan keislaman itu tidak saling bertentangan. Bahkan justru saling memperkuat seperti sepasang sayap,” ujarnya.

Oleh sebab itu, jebolan Magister Psikologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini

mengingatkan kepada masyarakat agar berhati-hati dalam mencari guru agama. Dirimnya mengimbau agar masyarakat bisa mencari guru yang betul-betul memahami tentang keagamaan.

Bahkan Alissa menyebut kalau ada ulama atau guru yang masih mempermasalahkan atau mempertentangkan Pancasila dengan agama, maka ajarannya itu mengajarkan untuk meninggalkan bangsa, meninggalkan negara, berlaku tidak baik kepada orang lain. Dan kalau ulama atau guru itu sudah berlaku semena-mena kepada orang lain, maka hal itu patut diwaspadai karena sudah melawan seluruh sila dalam Pancasila dan ajaran-ajaran agama yang mengilhami sila-sila dalam Pancasila.

”Kalau ketemu dengan ulama atau guru yang mengatakan bahwa ‘yang penting itu persatuan umat Islam, kalau sama yang lain tidak perlu’. Nah kalau seperti itu mending cari guru yang lain, yang mengajarkan perdamaian, kemanusiaan dan keadilan,” terang wanita yang meneruskan perjuangan pemikiran ayahnya dalam bidang pendidikan, kultural dan kebudayaan ini.

Selain itu, Alisa juga menyampaikan bahwa sebagai warga bangsa perlu diingat bahwa masyarakat dalam suatu tempat itu diikat oleh nilai-nilai bersama. Nilai-nilai bersamanya orang indonesia itu ya Pancasila. Ia mencontohkan, di dalam ormas keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) disebutkan bahwa Pancasila adalah kalimatun sawa atau titik temu.

Kemudian jika di ormas Muhammadiyah disebut sebagai adalah darul ahdi wa syahadah. Dimana syahadah-nya atau perjanjiannya adalah Pancasila. Sehingga menurut Alissa, cara merefleksikan diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia adalah dengan mengukur apakah kita sudah mengamalkan ajaran-ajaran agama, ajaran-ajaran yang ada di dalam Pancasila karena itu satu kesatuan.

”Untuk merefleksikan Pancasila ke dalam diri kita adalah harus menjadi manusia yang spiritual, manusia yang adil, manusia yang beradab sesuai dengan nilai-nilai di dalam Pancasila dan nilai-nilai keagamaan. Serta mampu menjaga persatuan dengan orang-orang yang berbeda latar belakang tapi sama-sama warga Indonesia,” pungkasnya.