Jakarta – Israel belum berhenti menggempur Gaza dan Rafah dengan serangan udara dan artileri berat lainnya. Ribuan rakyat Palestina terus berguguran tanpa bisa memberikan perlawanan. Ironisnya, sampai hari ini belum ada solusi terbaik untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman Yahudi Israel. Solidaritas internasional pun telah digalang, namun semua itu mentah oleh kepongahan Amerika Serikat dan sekutunya yang berada di belakang Israel.
Indonesia menjadi salah satu negara paling konsisten mendukung pembebasan dan kemerdekaan Palestina. Berbagai upaya telah dilakukan seperti lobi internasional dan serta aksi-aksi Bela Palestina di berbagai wilayah. Aksi itu tidak sebatas offline, tetapi juga melalui online. Ironisnya, dalam aksi-aksi itu, banyak ditunggangi konklusi menyesatkan bahwa khilafah adalah solusi terbaik menyelesaikan konflik di Palestina.
Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) PBNU, Dr. M. Najih Arromadloni, menekankan pentingnya berfokus pada isu utama dalam mendukung Palestina, yaitu kemanusiaan.
“Persoalan Palestina ini harus dilihat dalam frame yang lebih luas. Ini bukan hanya persoalan agama saja. Kita justru harus menarik pihak-pihak yang non-Muslim (agar ikut mendukung), karena kita tidak bisa bekerja sendiri. Kita harus menggaungkan isu yang lebih universal,” kata Gus Najih, panggilan karibnya di Jakarta, Jumat (14/6/2024.
Menurutnya, tema kemanusiaan yang lebih umum dan dapat diterima oleh semua kalangan akan lebih efektif menarik dukungan semua pihak. Nyatanya, tidak semua warga yang menjadi korban di Palestina beragama islam.
Ia mengungkapkan, ada banyak umat Kristen dan beberapa gereja di Gaza yang menjadi korban dari agresi militer Israel. Maka dari itu, apa yang dari dulu hingga sekarang terjadi di Palestina tidak bisa diselesaikan dengan menitikberatkan ideologi politik sebagai solusi, baik untuk para korban maupun bagi pihak yang peduli dan memberikan pertolongan.
Gus Naih menambahkan, dengan menggaungkan isu kemanusiaan yang jelas lebih bisa diterima pihak atau negara lain, akhirnya banyak negara mayoritas non-muslim yang membantu rakyat Palestina. Ia menyebutkan, negara-negara seperti Spanyol, Irlandia, dan Norwegia, Kolombia, dll, yang notabene bukan negara Islam, ikut memberikan bantuan mereka dengan jumlah banyak.
“Bahkan akhirnya ada pergolakan dari dunia akademisi di Amerika Serikat dan Inggris, mereka mengecam pemerintahnya sendiri karena dianggap memuluskan serangan Israel ke Palestina. Hal ini bisa terjadi karena ada dorongan untuk menarasikan penderitaan rakyat Palestina sebagai isu kemanusiaan, bukan pertentangan ideologi,” imbuh Gus Najih.
Akademisi yang juga aktif menyebarkan narasi moderasi beragama dan toleransi ini juga mengimbau agar dukungan terhadap Palestina disampaikan dengan cara yang tepat. Seperti halnya mengadakan unjuk rasa isu kemanusiaan di depan kedutaan Amerika Serikat, menyalurkan sedekah melalui lembaga-lembaga yang kredibel, seperti Baznas, Lazisnu, dan Lazismu.
Penulis buku “Tafsir Kebangsaan” dan “Bid’ah Ideologi ISIS” ini menyebutkan, walaupun ada semangat yang besar dalam mendukung Palestina, publik juga perlu rasional dalam bertindak. Memberikan dukungan moril atau materil pada Palestina bukanlah alasan yang dibenarkan untuk melakukan segala tindakan yang bertentangan dengan hukum dan norma setempat.
“Dalam mengaktualisasikan dukungan, jangan sampai melanggar hukum dan juga harus rasional. Artinya begini, harus dalam koridor hukum yang berlaku dan tidak boleh melakukan perbuatan-perbuatan kriminal. Misalnya membakar fasilitas umum, ataupun melakukan serangan terhadap kedutaan asing, hal itu tentu tidak boleh terjadi,” tambahnya.
Ia berharap, upaya-upaya rakyat Indonesia dalam memberikan dukungan sesuai dengan koridor yang berlaku tentu akan sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia terhadap Palestina. Kemerdekaan Palestina adalah bagian dari amanat UUD 1945, dan ini sudah dimulai ketika Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955.
“Konferensi Asia-Afrika yang tahun depan akan kembali digelar dalam rangka peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika yang pertama di 1955. Indonesia memperjuangkan kemerdekaan Palestina melalui berbagai jalur, melalui jalur PBB, OKI (Organisasi Konferensi Islam), hingga Mahkamah Internasional,” tambah Gus Najih.
Gus Najih kembali menekankan agar perjuangan membela rakyat Palestina dapat dilakukan dengan cara yang terhormat, legal, dan rasional. Jangan sampai menimbulkan destabilisasi sosial, baik di tempat umum atau bahkan di tingkat nasional dengan secara sistematis menyebarkan narasi yang menyesatkan publik.
“Perjuangan Indonesia terhadap Palestina jangan dinodai dengan slogan-slogan yang justru akan merusak esensi dari cita-cita kemerdekaan Palestina itu sendiri. Misalnya menumpangi isu pentingnya kemerdekaan Palestina ini dengan tambahan ideologi khilafah. Harus diakui bahwa ide khilafah sebagai sistem pemerintahan itu ditolak di seluruh dunia, sehingga ketika isu khilafah digulirkan, justru akan merusak agenda besar kemerdekaan Palestina,” tandas Gus Najih.