Jakarta – Tersangka penyerangan polisi Polsek Metro Penjaringan, Jakarta Utara bernama Rohandi diketahui sempat memekikkan takbir ketika melancarkan aksinya pada Jumat (9/11) pukul 01.35 WIB.
Hal ini disoroti oleh Robi Sugara, pengamat terorisme dari Universitas Islam Indonesia (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dia menilai walaupun Rohandi terbukti tidak terlibat dalam jaringan teroris, penggunaan simbol atau kalimat suci dari suatu agama untuk kekerasan sudah masuk kategori sangat membahayakan.
Peneliti terorisme dari Indonesia Muslim Crisis Center ini berpendapat hal tersebut mirip narasi hitam-putih yang sering digunakan kelompok terorisme, yakni menggunakan simbol agama sebagai dalih melakukan penyerangan terhadap sesuatu yang dianggap kemungkaran. Dalam kasus ini, aparat kepolisian.
“Jadi. dia meyakinkan apa yang dilakukan itu sebagai sebuah pembenaran. Sebenarnya secara psikologis bisa dijelaskan. Motif seperti ini sebenarnya ideologi atau cara lama, yaitu good and evil. Saya baik, kalian jahat,” ujar Robi di Jakarta, Selasa (13/11).
Dia melanjutkan ketika mental seseorang atau suatu pihak yang berani melakukan penyerangan akan semakin kuat mentalnya ketika memakai simbol agama. Kemungkinan jika Rohandi terinspirasi dari kelompok-kelompok teroris yang selama ini juga menyerang aparat pun terbuka.
Baca juga : Tak Sesuai Pancasila, Polres Bogor Tak Keluarkan Izin Forum Khilafah di Sentul
Di sisi lain, penggunaan kalimat atau simbol agama sebagai dalih melakukan kekerasan dapat merugikan penganut agama tersebut.
“Harus ada peran tokoh agama, guru agama, untuk menyerukan bahwa tidak boleh menggunakan kalimat-kalimat tayibah, kalimat bagus dalam agama untuk aksi kekerasan. Meskipun misalnya untuk memberantas kemungkaran sekalipun,” ungkap Robi.
Untuk itu, dinilai perlu ada regulasi agar simbol atau kalimat yang baik dari suatu agama tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu dan diberikan sanksi atau hukuman khusus jika terjadi penyalahgunaan.
Para tokoh agama pun diminta untuk berperan secara maksimal meminimalisir narasi good and evil tersebut agar kejadian seperti kasus ini tidak terulang kembali.
Awalnya, Rohandi diduga mengalami depresi sehingga mencoba bunuh diri dengan menyerang polisi. Tetapi, setelah dilakukan pemeriksaan kejiwaan, dia dinilai sehat secara mental sehingga terbukti melakukan aksinya dengan sadar.
Kini, Polres Jakarta Utara telah melakukan penahanan terhadap Rohandi, yang melakukan penyerangan menggunakan golok dan melukai seorang polisi dengan sebilah pisau.
“Arah penyidikan sesuai persangkaan pasal, tidak ada kaitannya dengan terorisme,” ujar Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara, Kompol Ach Imam Rifai.
Rohandi akan dijerat Pasal 212 dan 213 KUHP, serta Pasal 2 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata tajam, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.