(Studi Kasus Mas Selamat Kastari)
Kalau kita bicara tentang negara tetangga kita, singapura, pikiran kita seakan diarahkan tentang suasana kota yang padat, hiruk pikuk kegiatan ekonomi, gedung-gedung menjulang tinggi, selfie di patung dua ekor singa yang sedang memuntahkan air, makan es balok di Orchad Street, atau belanja barang-barang bermerek. Jarang sekali terpikirkan oleh kita bahwa negara kota yang kecil namun kaya itu sejatinya sangat rentan menjadi target serangan teroris.
Pengalaman kolabarasi “police to police” selama ini menunjukan bahwa, disadari atau tidak disadari, dalam berbagai hal Indonesia sangat berperan dalam membantu menciptakan situasi keamanan domestik di negara itu. Mungkin masih segar dalam ingatan kita kasus Batam dalam episode kasus tetor “Katibah Gonggong Rebus”. Bisa kita bayangkan apabila Indonesia tidak mampu mencegah dini dan mengidentifikasi berkembangnya jaringan secara maksimal, apa yang bisa terjadi pada tetangga kita itu.
Mungkin hanya dengan melempar roket rakitan kecil ( LED louncher) dan meledak, maka dampak psikologis ekonomis dan politis akan mengguncang negeri itu. Apalagi Kalau bomb rocket-nya cukup besar, seperti halnya yang dirakit oleh Tsutomo Shirosaki (Japanesse Red Army) terhadap Kedubes Amerika, Jepang, Kanada dan Rusia pada tanggal 14 Mei 1986 di jakarta dulu. Jika yang seperti itu terjadi, bisa diprediksi Singapura secara sosial ekonomi dan keamanan akan goyah. Belum lagi kalau ada teror dengan model lonewolf, menyerang secara individual, atau teror bom bunuh diri dengan target orang dan tempat acak seperti yang pernah terjadi di Indonesia.
Terorisme tidak bisa dianggap enteng. Di negara kita, sudah tidak bisa terhitung lagi berapa besar kerugian materiil akibat terorisme. Berapa banyak korban meninggal dunia dan cacat permanen. Betapa sudah tidak terhitung banyaknya anak yatim, yatim piatu, janda dan duda serta manusia yang trauma kemudian menjadi depresi dan gila karena trauma. Luka fisik dan psikis merupakan dampak yang selalu saja menyertai akibat serangan teroris.
Mas Selamat Kastari: Seorang Teroris Singapura Bernama Jawa
Mungkin sebagian orang yang sudah akrab dengan persoalan terorisme tidak begitu familiar dengan naman orang ini. Begitu mendengar nama Mas Selamat Kastari orang pasti akan menduga dan mengira dia pastilah orang jawa. Tidak ada sebutan “mas” pada kebanyakan etnik ASEAN selain orang Indonesia, lebih tepatnya Jawa. Dan sebutan nama seperti itu mengidentifikasikan bahwa pemilik nama adalah orang Jawa Tengah atau Jawa Timur. Pertanyaan selantutnya siapakah Mas Selamat Kastari? Apakah benar dia orang Jawa? Mari kita simak uraian yang saya himpun dari berbagai dialog ini terkait sepak terjang Mas Slamat kastari ini dan kaitannya dengan jaringan terorisme di Indonesia.
Mas Selamat Kastari yang memiliki dua nama palsu atau alias, Edy Haryato atau Hendrawan ini adalah lelaki asli dari Singapura. Sekali lagi asli dingapura. Namanya kenapa identik dengan Jawa, inipun Allahhu’alam– kita belum pernah berdialog dengan orang tuanya. Dia lahir dan dibesarkan di Singapura pada tanggal 23 Januari 1961 dan beralamat di Block 106 H02 – 504 Tech Whye Singapura. Begitupun pendidikan Formal semua dijalaninya di Singapura.
Sehari-hari untuk memenuhi kehidupannya sejak 1984 sampai 2001 dia bekerja sebagai karyawan di SBS (Singapore Bus Service). Dalam persembunyiannya di Indonesia pada bulan januari 2005 sampai Januari 2006 dia bekerja sebagai teknisi sepeda motor di Jl. Patimura Malang. Mas Selamat Kastari menikah di Singapura dengan seorang wanita pujaannya bernama Nurlela Syahali pada bulan desember 1987 dan memiliki 5 anak. Uniknya semua nama anaknya berawalan dengan kata “Mas”; Mashadi, Masfuk, Masud, Maskur dan Masturah.
Pada tahun 1990, Mas Selamat Kastari masuk dan bergabung pada organisasi yang bernama Jama’ah Islamiyah (JI) dengan jabatan sebagai anggota. Sebagai rangkaian prosesi keanggotaannya, dia dibai’at oleh Amir JI yaitu Abdullah Sungkar. Sepuluh tahun setelah itu pada tahun 2000 dia diangkat hanya melalui surat sebagai Ketua Wakalah Umar oleh Ketua Mantiqi I, Hambali. Untuk lancarnya pergerakan organisai ditunjuklah pejabat bawahan untuk mendampingi Mas Selamet Kastari. Sebagai wakil ditetapkan H. Ibrahim, sekertaris ditetapkan Anwar, bendahara Hasim, seksi dakwah Husaini dan seksi ekonomi Ishak Nohu. Untuk pencarian dana dilakukan dengan model iuran dan donasi anggota.
Karakter Terorisme dan Ancaman Kawasan
Menilik pengalaman Indonesia dalam mengidentifikasi, menelisik, membedah, mengungkap sampai akhirnya menangkap para pelaku jaringan teroris, layak diambil hipotesa sederhana bahwa JI sebagai bagian Al Qaedah di Asia Tenggara memiliki kemampuan yang luar biasa memainkan perannya dalam menciptakan situasi “asimetry war“. Hal ini ditandai dengan beberapa hal. Pertama; setiap rencana pergerakan harus dilakukan dengan cermat dan sangat rahasia sehingga tidak mudah terpantau oleh aparat. Hal yang paling mendasar harus dilakukan oleh setiap anggota adalah memalsukan identitas. Hal ini hampir dilakukan oleh setiap anggota apabila perlu identitas palsu dibuat di setiap wilayah operasional.
Mas selamat Kastari adalah salah satu contohnya. Dia yang nyata-nyata berkebangsaan Singapura, berhasil memperoleh dan membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu An. Hendrawan dengan Nomor regristrasi: 12. 5618. 291184.0002 ditandatangani oleh Camat Tambak Sari atas Nama Wali kota Surabaya. Dalam kolom informasi KTP tertulis dia Lahir di Batam tanggal 1 Januari 1966 dan beralamat di Karang Asem 4/5 Rt 04/07 Kelurahan Ploso Kecamatan Tambak Sari Surabaya.
Kedua; setiap anggota yang akan bergabung dalam organisasi pasti melalui proses rekrutmen yang sangat ketat dan terseleksi. Mulai dari pemilihan calon yang direkrut secara langsung “face to face contact“, melalui guru tertentu, melalui tokoh tertentu, melalui pendidikan tertentu, melalui patron guru dan murid tertentu, melalui pertalian darah atau pernikahan, bahkan juga melalui pertemanan. Di luar sistem itu pasti dianggap sebagai kelompok out group atau kelompok orang murtad.
Ketiga; pembagian wilayah kerja dan hirarki dalam organisasi diatur sangat tegas; mana medan jihad, mana daerah bertempur dan mana dan kepada siapa donasi boleh dimintakan. Dulu kala JI masih eksis, dalam dokumen PUPJI (Pedoman Umum Perjuangan al Jama’ah aI Islamiyah) dan dokumen pendukung lainnya, terdapat pembagian wilayah dan kekuasaan. Di situ juga disusun dari markas besar hingga unit terkecil ; dari Markaziah, Mantiqi, Wakalah, Qirdas, Katibah, Fi’ah sampai dengan Toifah.
Keempat; doktrin dalam pembelajaran Askary dan Syar’i begitu kuat seiring dengan penanaman keyakinan yang begitu mengakar. Sulit mengintervensi keyakinan mereka. Kelima; pembelajaran antisipasi menghadapi aparat juga diberikan seperti halnya anti-surveillance, teknik menghadapi interogator dan kontra undercover. Keenam; untuk meningkatkan kemampuan dan efektifitas serangan, anggota harus mengikuti pelatihan pada camp-camp pelatihan akademi militer Al Qaedah. Menariknya materi pelajaran dibuat melebihi materi akademi militer formal yang disiapkan negara, misalnya, ada materi pelajaran membuat bom.
Sepak Terjang Mas Selamat Kastari dan Kolaborasi Singapura
Sebagai seorang pemimpin Wakalah tentu Mas Selamat Kastari cukup dikenal di lingkungan organisasinya. Sunggupun dia tidak sehebat para Amir Markaziah JI Indonesia yang lainnya, namun kiranya dia layak diperhitungkan dari tataran konsep. Mengapa demikian?
Sungguh sangat logis saat JI di Indonesia dan Filipina merencanakan serangan amaliyah sebagai ekspresi dendam, justru Mas Selamat Kastari merencanakan membajak pesawat sebagai bentuk protes kepada pemerintah Singapura. Melalui email yang dikirim oleh Hasan diapun mengirimkan pesan ancaman yang menakutkan yang membuat aparat keamanan Singapura panik. Isi ancamannya adalah “sebagai aksi penentangan terhadap pemerintah Singapura, kami akan membajak pesawat terbang dari Thailand dan akan meledakannya di Bandara Changi Singapura”.
Rencana itu lahir. Setelah diadakan pertemuan dengan Hambali di Johor Malaysia awal tahun 2001, rencana amaliyah terorisme yang diutarakan tersebut sangat diamini oleh Hambali. Bahkan disebutkan oleh Hambali bahwa sumber dananya akan disiapkan melalui donasi dan infak wakalah Singapura. Untuk merealisasikan rencana teror tersebut, pada desember 2001 Mas Selamat Kastari dan kelompoknya keluar dari Singapura untuk menyusun strategi pembajakan.
Namun, di luar kalkulasi mereka atas investigasi polisi Singapura terhadap e-mail yang ditulis oleh Hasan tersebut, akhirnya beberapa anggota wakalah Singapura; Fadhi Abu Bakar, Ali Royidoh, H. Ibrahim dan Mohamad Alim ditangkap. Karena penangkapan itu pulalah Mas Selamat Kastari harus singgah untuk menghadap Mukhlas dan Ali gufron di Johor Malaysia dan sebagai keputusan akhir diperintahkan agar anggota wakalah yang belum tertangkap agar segera keluar dari Singapura.
Perlu menjadi catatan terhadap Mas Selamat Kastari bahwa rencana membajak pesawat harus tetap dilanjutkan. Akhirnya Mas Selamat Kastaripun tetap berangkat ke Thailand bersama pendukungnya seperti; Ishak Nohu, Husaini, Hasan dan Rosyid. Di Pataya Mas Selamat Kastari membuat 5 paspor palsu dan membeli 5 tiket pesawat tujuan Singapura. Namun, kegiatan pemberangkatan via bandara gagal karena penjagaan yang sangat ketat. Di samping itu, wajah-wajah jaringan mereka sudah dipampang diberbagai pojok dalam dan luar bandara. Untuk itu rencana dibatalkan.
Baru pada tanggal 8 Januari 2002, Mas Selamat Kastari dan kawan-kawan membuat rencana baru- yaitu berangkat ke Indonesia via laut menggunakan kapal “satoon” route Thailand- Pulau Langkawi-Pulau Pinang- Malaysia – pelabuhan Belawan Medan – Bali. Akhirnya, mereka dengan tanpa halangan berhasil berangkat . Di Bali mereka hanya menetap 3 hari. Mas Selamat Kastari memilih Bali karena saat itu Bali dianggap tempat yang paling aman.
Dari Bali mereka berkomunikasi dengan jaringan JI yang lain bernama Yazid di Sidoarjo. Mas Selamat Kastari mengungkapkan tujuannya untuk bersembunyi dan ingin menghilangkan Identitas diri dengan membuat KTP palsu yang disanggupi oleh Yazid dan menginstruksikan ke Surabaya. Di sinilah dimulai petualangan Mas selamat Kastari. Setelah itu dia berangkat ke Dumai Riau untuk menjemput anak dan isttinya dengan profesi baru sebagai penjual susu kedelai pada bulan januari 2002 Febuari sampai 2003. Di sini pulalah istrinya yang bernama Nurlela dirubah menjadi Sakinah, yang oleh tetangganya dikenal sebagai bu Kina.
Pada 2 Februari 2003 Mas selamat Kastari ditangkap oleh Polda Riau atas kasus pemalsuan idenditas diri. Ia divonis 8 bulan penjara dan anak istrinya dideportasi ke Singapura. Setelah menjalani hukuman di Pekanbaru, bulan Agustus 2004 dia ditangkap kembali oleh Polda Jawa Timur atas kasus yang sama pemalsuan identitas diri dan divonis 16 bulan penjara. Ia menjalani hukuman selama 3 bulan di Lapas Medaeng dan selanjutnya di lapas Pasuruan sampai dengan tahun 2005.
Saat dalam penjara itulah, jaringan JI banyak membesuknya. Setelah keluar, dengan bantuan temannya, dia tinggal di Malang di Masjid sudirman dan belajar ilmu pengobatan bekam dari pengurus masjid. Dari sana pulalah dia kembali membuat KTP Palsu an Hendrawan dan bekerja di bengkel Bambang. Pelaku mempunyai hubungan khusus dengan Noirdin M Top tepatnya saat berada di pondok pesantren Lukmanul Hakim.
Pada bulan Januari 2006 Mas selamat Kastari kembali ditangkap. Setelah itu pulahlah Singapura mulai berkolaborasi dengan Indonesia. Atas penangkapan itu pulalah Selamat Kastari menjalani hukuman penjara Singapura hingga saat ini. Walaupun demikian, ia sempat membuat heboh karena kabur dari penjara tahun 2008.
Semoga bermanfaat