Ambon – Masyarakat Maluku memiliki kearifal lokal dalam semboyan “Ale rasa beta rasa, potong di kuku rasa di dada, sagu salempeng dipatah dua” yang diyakini tepat sebagai sarana pencegahan terorisme.
“Kita di Maluku ada semboyan ale rasa beta rasa, potong di kuku rasa di dada, sagu salempeng dipatah dua. Mari bersama menjadikan semboyan itu sebagai benteng utama mencegah masuknya paham radikal,” kata Kepala Seksi Pemberitaan TVRI Maluku, Luki Supalua, saat menerima kedatangan tim dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam kegiatan Visit Media, Rabu (29/3/2017).
Visit Media ke TVRI Maluku dilaksanakan oleh BNPT dengan menggandeng Dewan Pers dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Maluku, sebagai salah satu metode dalam kegiatan Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme Terorisme.
Luki menjelaskan, ale rasa beta rasa memiliki makna apapun yang dirasakan orang lain kita akan ikut merasakan. Sedangkan kuku dipotong terasa di dada berarti luka sekecil kuku akan terasa di dada, dan satu sagu dibagi dua bermakna ibarat satu sagupun akan dibagi dua.
“Semboyan itu memiliki makna yang kuat untuk sebuah persaudaraan. Dalam konteks Maluku tentu persaudaraan antarumat beragama, sehingga toleransi bisa selalu dijaga untuk mencegah menyebarnya radikalisme dan terorisme,” jelas Luki.
Narasumber ahli pers BNPT, Willy Pramudya, menyambut baik adanya penguatan kearifan lokal sebagai sarana dalam pencegahan terorisme. Dikatakannya, salah satu tujuan literasi media yang dilaksanakan BNPT dan FKPT adalah untuk mendorong terbangunnya masyarakat basis yang mampu menjalankan fungsi jurnalisme warga, sehingga penyebaran berita bohong atau hoax bisa diredam.
“Ketika sebuah komunitas masyarakat hidup rukun, kondisi ini bisa menjadi kekuatan untuk terbangunnya masyarakat basis yang solid. Secara tidak langsung akan menjadi dukungan kuat untuk meredak penyebaran hoax yang belakangan sangat mengkhawatirkan,” kata Willy.
Willy juga mengingatkan kalangan pers di Maluku untuk bisa menguatkan kearifan lokal yang ada dengan mengangkatnya ke dalam pemberitaan. “Tahun ini ada lomba karya jurnalistik yang menjadikan kearifan lokal sebagai tema. Pers harus berperan menjaga kearifan lokal bisa tetap lestari,” pungkasnya. [shk]